Harga minyak dunia akan semakin sulit diproyeksi tahun depan. Sejumlah faktor akan berpengaruh pada harga minyak.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyebut, ada sejumlah faktor yang berpengaruh pada harga minyak dunia. Sebutnya, terkait rencana negara-negara eksportir minyak OPEC+ memangkas produksi minyak.
"Pertama mungkin yang terbaru informasi mengenai OPEC+ memotong produksi sehingga harga naik lagi ketika beberapa saat cenderung turun," katanya dalam konferensi pers di Gedung Wisma Mulia Jakarta, Senin (17/10/2022).
Kemudian, ada juga produksi minyak Amerika Serikat (AS). Produksi minyak AS sangat berperan terhadap penawaran dan permintaan pada minyak dan gas.
"Tentu saja aspek ini akan dicermati sebagai balancing terhadap OPEC+," sambungnya.
Berikutnya, kebutuhan konsumsi China yang meningkat. Permintaan China akan minyak sendiri sempat tersendat karena adanya pandemi.
Lalu, adanya ancaman terkait hambatan ekspor minyak Rusia. Serta, terkait dengan reaksi dari Rusia itu sendiri.
"Ekspor minyak Rusia yang beberapa saat ini kemungkinan ada ancaman keluar di tanggal 5 Desember yang akan datang apakah mungkin ekspor Rusia terhambat dengan kebijakan-kebijakan yang keluar bulan November-Desember yang akan datang," jelas Dwi.
"Kemudian bagaimana reaksi Rusia nanti terhadap hal-hal tersebut adanya potensi price cap, maritime service sanctions, Iran-US nuclear talks," imbuhnya.
Dalam paparannya disebutkan, jika pasokan minyak turun maka harga minyak dunia bisa mencapai lebih dari US$ 130 per barel. Hal itu terjadi jika ekspor minyak Rusia hilang dan permintaan minyak dunia meningkat tajam.
Kemudian, base case harga minyak dunia di antara US$ 90 hingga US$ 110 per barel. Hal itu dengan pertimbangan ekspor minyak Rusia berkurang 1 hingga 3 juta barel per hari (bopd). Kemudian, pertumbuhan permintaan minyak dunia 2,5 juta bopd tahun 2022 dan 2,6 juta bopd tahun 2023.
Sementara, jika ekonomi melemah maka harga minyak diperkirakan US$ 70 hingga US$ 80 per barel.
"Memang sulit untuk menentukan prediksi skenario harga minyak dunia ke depan, tetap harus berada dalam beberapa skenario yang kita jaga, dan so far kita masih memegang sekitar angka US$ 90 sebagai harga di tahun 2023 tapi boleh jadi akan turun jika ada pelemahan-pelemahan ekonomi," ujarnya.
(acd/dna)