Rencana PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mengakuisisi salah satu PLTU batu bara milik PT PLN jadi sorotan. Masalah muncul usai kedua belah pihak melakukan kontrak perjanjian principal framework agreement untuk transaksi akuisisi yang akan diberlakukan.
Langkah Bukit Asam melakukan perjanjian itu justru mendapat respons negatif di kalangan investor. Saham perusahaan batu bara itu sempat berada di zona merah selama dua hari berturut-turut.
Dari pantauan detikcom, berdasarkan data perdagangan RTI, saham Bukit Asam yang berkode PTBA ini sempat anjlok sampai 6,82% di hari Selasa 18 Oktober kemarin. Saham PTBA turun 290 poin ke level Rp 3.960 per lembar saham.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tanggal yang sama Bukit Asam memang meneken kontrak perjanjian principal framework agreement dengan PLN soal akusisi PLTU di Pelabuhan Ratu. Kapasitas PLTU yang diakuisisi sebesar 3 x 350 megawatt dengan nilai mencapai US$ 800 juta atau setara Rp 12,3 triliun (kurs Rp 15.400) sesuai dengan taksiran pihak PLN.
Nah, pelemahan terjadi lagi di keesokan harinya. Pada Rabu 19 Oktober saham PTBA kembali anjlok sebesar 5,81%. Saham turun 230 poin ke level Rp 3.730.
Per hari ini, Kamis 20 Oktober 2022, harga saham PTBA sendiri mulai mengalami pemulihan. Saham perusahaan batu bara itu mengalami penguatan 2,68% atau sekitar 100 poin ke level Rp 3.830. Sempat naik di titik tertingginya pada level Rp 3.890.
Dapat Teguran dari Bursa Efek
Perjanjian akuisisi PLTU batu bara oleh Bukit Asam ternyata dapat sorotan khusus dari otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI). Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Irvan Susandy mengatakan transaksi akuisisi tersebut akan didalami bursa. Bahkan pihak bursa sudah bersurat resmi ke PTBA.
"Dapat kami sampaikan bahwa hingga saat ini bursa sedang mendalami informasi rencana transaksi peralihan PLTU-PLN kepada PTBA sebagaimana informasi yang beredar di media massa," kata Irvan kepada wartawan pada Rabu 19 Oktober.
Irvan memaparkan berdasarkan POJK 42/2020 tentang Transaksi Afiliasi dan Transaksi Benturan Kepentingan, pada pasal 24 angka (1) diatur dalam hal Transaksi Afiliasi nilainya memenuhi kriteria transaksi material sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai transaksi material dan perubahan kegiatan usaha, Perusahaan Terbuka hanya wajib memenuhi ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai transaksi material dan perubahan kegiatan usaha.
Namun, berdasarkan POJK 17/2020 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha, pada Pasal 6 angka (1) huruf d diatur mengenai kriteria transaksi material yang wajib mendapatkan Persetujuan RUPS.
Pada Pasal 6 angka (1) huruf a peraturan ini juga diatur bahwa Perusahaan Terbuka yang melakukan transaksi material juga diwajibkan untuk menggunakan Penilai untuk menentukan nilai wajar dari objek Transaksi Material dan/atau kewajaran transaksi dimaksud.
"Dengan demikian hasil penilaian nilai wajar transaksi oleh penilai diperlukan dalam menentukan apakah transaksi material yang akan dilakukan memenuhi kriteria wajib mendapatkan persetujuan sebagaimana POJK 17/ Pasal 6 angka (1) huruf d atau tidak," papar Irvan.
Penjelasan Bukit Asam
PT Bukit Asam pun menjawab permintaan pendalaman yang dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia. Dilansir dari laman keterbukaan informasi BEI, Bukit Asam membenarkan ada rencana untuk mengakuisisi PLTU milik PLN. Namun sampai saat ini sifatnya baru berupa penjajakan terkait pelepasan aset PLTU Pelabuhan Ratu yang ada di dalam perjanjian principal framework agreement.
"Bahwa benar saat ini PT Bukit Asam Tbk (Perseroan) dan PT PLN (Persero) saat ini sedang melakukan penjajakan terkait pelepasan aset PLN (PLTU Pelabuhan Ratu) kepada Perseroan," ungkap keterangan PTBA yang ditandatangani oleh Sekretaris Perusahaan Apollonius Andwie C.
PTBA menegaskan sampai saat ini belum ada transaksi resmi soal akuisisi tersebut, termasuk juga besaran yang harus dikeluarkan oleh Bukit Asam untuk mengakuisisi PLTU PLN.
Bukit Asam menjelaskan pihaknya masih akan melakukan proses uji tuntas atau due dilligence secara komprehensif di antaranya untuk menentukan nilai kewajaran dan dampak terhadap transaksi yang meliputi aspek keuangan, operasional dan hukum termasuk pengukuran atas transaksi afiliasi, benturan kepentingan, dan materialitas.
"Mengingat hal tersebut masih dalam proses, maka Perseroan belum dapat mengungkapkan lebih lanjut dan mengungkapkannya apabila sudah terdapat hasil due dilligence, dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku di pasar modal," tulis keterangan PTBA.
(hal/das)