Bali -
Pemerintah Indonesia terus menggenjot produksi migas guna memenuhi kebutuhan domestik. Di sisi lain, pemerintah juga tengah berupaya mengurangi emisi menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060, dengan menargetkan pengurangan emisi sebesar 314 juta ton CO2e pada 2030 dan 1.526 juta ton CO2e pada 30 tahun kemudian.
Kondisi ini tentu menjadi tantangan bagi pemerintah dan sektor migas nasional. Untuk mencapai target ini, pemerintah pun menghadirkan sejumlah strategi guna menggenjot investasi hulu migas sekaligus memenuhi target NZE.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan pemerintah telah mengambil langkah-langkah dan kebijakan, termasuk dalam meningkatkan produksi minyak 1 juta barel per hari dan 12 miliar gas bumi pada tahun 2030.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Langkah-langkah telah diambil dan kebijakan sedang diselesaikan untuk memfasilitasi distribusi insentif keuangan ini kepada kontraktor dan lapangan yang ada untuk meningkatkan produksi mereka. Komitmen Inisiatif Pemerintah melalui Komitmen Peningkatan Kontribusi Nasional pada tahun 2022, khususnya di bidang energi, mensyaratkan kegiatan usaha hulu migas untuk melakukan penyesuaian yang wajar terhadap operasi adaptasi perubahan iklim melalui pengelolaan energi dan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon," ujar Luhut saat menjadi keynote speaker dalam acara International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022 (IOG 2022) di Nusa Dua, Bali, Rabu (23/11/2022).
"Misalnya, implementasi CCU As World Plan with Enhanced Gas Recovery di Proyek LNG Tango yang akan menjamin pasokan gas untuk kelanjutan pengoperasian kilang LNG Tango dan akan mengurangi emisi karbon setara 25 juta," imbuhnya.
Di samping itu, Luhut mengatakan pemerintah juga mendukung peningkatan produksi gas alam. Mengingat Data Neraca Gas Nasional Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat pasokan gas untuk kebutuhan dalam negeri akan mengalami defisit pada 2025 sehingga berpotensi bergantung pada impor.
"Gas alam relatif bersih dibandingkan dengan sumber energi fosil lainnya dan diharapkan dapat memainkan peran strategis sebagai energi transisi. Oleh karena itu, Presiden telah menginstruksikan untuk mengembangkan rancangan pemanfaatan gas nasional yang komprehensif yang akan mendorong pertumbuhan industri pemakai gas dan meningkatkan efisiensi infrastruktur gas kita," ungkapnya
Hadirkan Program Strategis untuk Genjot Peran Gas Bumi
Di sisi lain, Menteri ESDM Arifin Tasrif menilai investasi proyek minyak dan gas tetap diperlukan untuk memberikan ketahanan energi serta memenuhi permintaan minyak dan gas. Namun dalam masa transisi energi, peningkatan produksi dan investasi perlu dilakukan dalam beberapa tahapan dengan mempertimbangkan daya saing, biaya, ketersediaan, dan keberlanjutan.
"Dalam proses transisi, kami akan mengimplementasikan beberapa program strategis gas, seperti memperluas penggunaan gas sebagai bahan bakar dan bahan baku industri dengan mengembangkan infrastruktur transmisi dan distribusi gas yang terintegrasi; konversi bahan bakar solar menjadi gas pada pembangkit listrik dan pengembangan sarana prasarana; dan pengembangan jaringan pipa gas untuk rumah tangga dan usaha kecil," paparnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>
Sementara dalam rangka memacu produksi migas nasional, Arifin menyebut Indonesia membutuhkan investasi yang lebih masif. Oleh karena itu, pemerintah telah melakukan beberapa terobosan kebijakan, yakni melalui fleksibilitas kontrak (Cost Recovery PSC atau Gross Split PSC), perbaikan term & condition pada putaran penawaran, insentif fiskal/non-fiskal, perizinan on-line pengajuan dan penyesuaian regulasi untuk yang tidak konvensional.
"Selanjutnya, untuk menarik investasi, kami akan merevisi Undang-Undang Migas Tahun 2021 dengan memberikan seperti perbaikan jangka waktu fiskal, asumsi dan pelepasan, kemudahan berusaha, dan kepastian kontrak," katanya.
Pemanfaatan Carbon Capture, Utilization and Storage
Sebagai pelaksana kegiatan usaha hulu migas, SKK Migas pun turut berkontribusi menghadirkan sejumlah upaya dalam mendukung investasi migas dan target NZE. Salah satunya melalui pemanfaatan teknologi pengurangan emisi seperti Carbon Capture and Storage/Carbon Capture, Utilization and Storage (CCS/CCUS) di kegiatan migas guna mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).
"Di industri minyak dan gas, kami melihat bahwa beberapa perusahaan minyak besar telah memasukkan pengurangan karbon dan investasi energi terbarukan dalam strategi portofolio mereka. Kondisi ini ada dua. Pertama, investasi migas perlu ditingkatkan karena perlu memasukkan program pengurangan karbon seperti CCUS. Di sisi lain, persaingan untuk mengamankan investasi di bidang migas semakin meningkat," papar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto.
Berdasarkan paparan kinerja SKK Migas kuartal IV/2022, total potensi CO2 stored dari CCUS adalah 119 - 128 million tCO2. Adapun potensi tersebut didapatkan dari beberapa wilayah, seperti wilayah kerja Gundih sebesar 3 million tCO2 untuk 10 tahun, Sukowati sebesar 15 million tCO2 untuk 25 tahun, Vorwata 30 million tCO2 for untuk 10 tahun dan Blok Masela berkisar 71 - 80 million tCO2 untuk 29 tahun.
Di samping itu, dalam era transisi energi, SKK Migas juga mendukung proyek LNG. Dwi menyebut LNG akan memainkan peran penting lantaran kebutuhan pasokan gas alam yang mendesak di Eropa dan pertumbuhan populasi dan ekonomi di negara-negara Asia, seperti India dan Indonesia. Sebagai negara dengan pengalaman sebagai produsen LNG, ia menilai Indonesia berpeluang untuk menarik investasi.
"LNG ada yang besar-besar seperti misalnya kita punya di Bontang, Papua dan Sulawesi. Ke depannya kita punya proyek-proyek LNG yang cukup besar juga, yaitu di Masela, kemudian temuan di Aceh Utara itu juga mungkin bisa menghidupkan arun LNG plan," katanya.
"Jadi, potensi indonesia sangat bagus untuk memenuhi kebutuhan LNG dunia nantinya, terkuat juga yang diamankan adalah kebutuhan gas di dalam negeri sendiri. Itu tentu menjadi kebijakan negara pemerintah bahwa kebutuhan energi dalam negri yang harus di secure dulu," tutupnya.
Meski demikian, terlepas dari adanya transisi energi menuju energi terbarukan, Dwi menilai Indonesia masih perlu memaksimalkan potensi migas, terutama gas bumi, guna memastikan ketahanan dan keterjangkauan energi nasional dalam proses menuju NZE. Ia pun meminta partisipasi pihak terkait dalam mendorong potensi migas Indonesia.
"Namun, kami masih perlu memaksimalkan nilai sumber daya minyak dan khususnya gas untuk memastikan keamanan dan keterjangkauan energi di kawasan ini sambil memenuhi ambisi nol emisi bersih kami. Oleh karena itu, industri hulu migas berusaha untuk mencapai visi produksi minyak 1 juta BOPD dan produksi gas 12 BSCFD pada tahun 2030," ungkapnya.
"Partisipasi aktif dari pemain domestik dan internasional diperlukan untuk 'membuka' potensi migas kita. Menyadari hal tersebut, pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk bekerja sama dengan kontraktor," pungkasnya.