Indonesia menargetkan net zero emission atau nol emisi karbon pada 2060. Di sisi lain Indonesia juga telah menerapkan energi baru terbarukan (EBT).
Untuk mencapai target itu, diperkirakan butuh dana yang cukup besar. Direktur Keuangan PLN Sinthya Roesly memperkirakan dana yang dibutuhkan mencapai US$ 700 miliar atau Rp 10,9 kuadriliun (kurs Rp 15.700).
"Kebutuhan transisi energi sampai tahun, kita bicara untuk anggaran capex sampai 2060 itu bisa sampai US$ 700 miliar," katanya dalam acara Kompas100 CEO Forum bertajuk Pengembangan Ekonomi Hijau dan Urgensi Program Berkelanjutan di The Westin, Jakarta Rabu (23/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sinthya program transisi energi ini tidak bisa disiapkan sendiri oleh PLN. Ia mendorong adanya kolaborasi bersama pihak lain.
"Ini sesuatu yang tidak bisa disiapkan oleh PLN sendiri. Tentunya harus dari kolaborasi dengan pasar. Inu jadi tantangan besar karena nilainya tidak sedikit," jelasnya.
Kolaborasi dinilai sangat penting dalam mewujudkan transisi energi. Dari sisi pendanaan, berbagai pihak seperti World Bank, Asian Development Bank, dan pemerintah itu sendiri turut berpartisipasi.
" Di Bali kita tanda tangan dengan Amazon 210 megawatt untuk green electricity. Ini banyak sekali yang kerja sama," tuturnya.
Sebelumnya PLN telah memiliki kerja sama dengan Amazon Web Services (AWS) di Indonesia. Kerja sama itu berupa memasok listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) dengan total kapasitas 210 megawatt (MW).
Kolaborasi ini ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) Penyediaan Listrik EBT antara PLN dan Amazon di acara Tri Hita Karana (THK) Forum di BNDCC, Nusa Dua Bali. Kerja sama ini merupakan wujud komitmen PLN dan Amazon dalam mendukung akselerasi transisi energi bersih di Tanah Air.