Perusahaan Migas asal Thailand, PTT Exploration and Production (PTTEP) dikabarkan setuju membayar ganti rugi kasus tumpahan minyak Montara. Besaran dana yang akan dibayarkan adalah AUD 192,5 juta, atau Rp 2,02 triliun (kurs Rp 10.500).
Ganti rugi tersebut merupakan kompensasi untuk petani rumput laut dan nelayan di sekitar NTT yang terdampak kasus ini. Dana tersebut belum termasuk ganti rugi yang menyebabkan lingkungan di Indonesia menjadi rusak.
Terkait hal ini Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong berencana melakukan gugatan lagi terhadap PTTEP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita juga berniat akan lakukan gugatan perdata lingkungan hidup akibat tumpahan minyak," katanya dalam konferensi pers di Gedung Kemenko Marves, Kamis (24/11/2022).
Awalnya Kementerian LHK sudah berniat mengajukan gugatan, meski akhirnya dicabut karena menghormati gugatan yang sedang diajukan 15 ribu nelayan. Setelah gugatan nelayan menang, pihaknya kembali membicarakan rencana gugatan perdata.
Menurutnya, gugatan yang dimenangkan nelayan bisa menjadi bukti tambahan yang menguatkan Indonesia. Rencananya gugatan perdata lingkungan hidup diajukan semester awal 2023.
"Semester I tahun depan kita masukkan perdata perusakan lingkungan ini. Ada beberapa hal yang diajukan perdatanya. Pertama adalah kerusakan perairan laut, dan kerugian akibat kerusakan ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang," imbuhnya.
Kalkulasi awal kerugian yang dicatat pemerintah mencapai hampir Rp 23 triliun. Sementara estimasi biaya pemulihan ekosistem mencapai Rp 4,4 triliun.
"Tinggal nanti luasan spasialnya akan secara persis dihitung berdasarkan science evidence, sehingga memperkuat baik biaya kerusakan lingkungan maupun pemulihannya," jelasnya.
Sebelumnya, kasus tumpahan minyak Montara pada 21 Agustus 2009 sempat membuat geger. Saat itu, anjungan minyak di lapangan Montara milik PTTEP meledak di lepas landas kontinen Australia.
Tumpahan minyak dengan Volume lebih dari 23 juta liter mengalir ke Laut Timor, mencemari wilayah di sekitarnya. Akibatnya lebih dari 15 ribu petani dan nelayan rumput laut terkena dampaknya.
Purbaya sebelumnya memperkirakan kerugian dari kasus ini menyentuh angka hingga 500-600 juta Dolar Australia atau sekitar Rp 5,35 triliun- Rp 6,42 triliun (kurs Rp 10.700). Itu pun baru kerugian yang terjadi di dua kabupaten yang melakukan class action ke Pengadilan Federal Australia.
Lihat juga Video: 30.000 Galon BBM Tumpah di Pantai Wisata Bahama