Menurutnya, terkait kebijakan ini perlu kajian mendalam, termasuk melibatkan perguruan tinggi untuk hal ini. Lebih lanjut, dalam paparannya dijelaskan, untuk PNL 200 watt tak perlu penambahan daya. Sementara, pada PNL 300 watt membutuhkan tambah daya untuk kenyamanan memasak yang berdampak pada tambahan biaya untuk tambah daya dari 450 VA menjadi 900 VA, dan tarif listrik pelanggan bersubsidi berubah dari Rp 415/kWh (450 VA) menjadi Rp 605/kWh (900VA).
Kemudian disebutkan ada sejumlah alternatif untuk pemberian PNL ini. Alternatif pertama, untuk pelanggan 450VA dan 900VA diberikan PNL kapasitas 0,8 L dengan daya 200 W. Kedua, untuk pelanggan 450VA diberikan PNL kapasitas 0,8 L dengan daya 200 watt dan pelanggan 900 VA diberikan PNL kapasitas 1 L dengan daya 300 watt.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiga, pelanggan 450VA dan 900VA diberikan PNL kapasitas 1 L dan daya 300 watt, dengan catatan pelanggan 450VA bersedia naik daya ke 900VA secara mandiri.
Kebijakan bagi-bagi rice cooker ini dinilai sebagai bagian dari diversifikasi energi bersih yang tepat. Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai rice cooker bisa dimanfaatkan oleh keluarga penerima manfaat yang menggunakan listrik 450VA. Namun, dia mengatakan, kebijakan tersebut tak akan signifikan menggeser penggunaan LPG 3 kg.
"Namun, pembagian rice cooker itu tidak begitu signifikan dalam menggantikan gas LPG 3 kg. Bahkan, hampir tidak menggantikan gas LPG 3 kg," katanya kepada detikcom.
Hal itu disebabkan rice cooker hanya untuk memasak nasi. Sedangkan, untuk memasak lauk dan lainnya masih menggunakan kompor gas LPG 3 Kg.
"Dengan demikian, pembagian rice cooker yang menggunakan dana APBN-nya ESDM tidak efektif sama sekali dalam mencapai tujuan menggurangi LPG 3 kg," ujarnya.
(acd/ara)