Perlu diketahui, Vale Indonesia sendiri telah memperoleh izin pertambangan di Indonesia sejak 1968 silam dan kini telah mengembangkan 3 kawasan industri nikel, antara lain di Sorowako Sulawesi Selatan, Morowali Sulawesi Tengah, dan di Pomalaa Sulawesi Tenggara. Kalau ditotal-total, konsesi lahan Vale Indonesia mencapai lebih dari 100 ribu hektar.
Namun ketiga gubernur dari provisi tersebut menolak perpanjangan kontrak Vale Indonesia. Pernyataan itu diungkapkan mereka saat Rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi VII DPD RI pada September lalu. Salah satunya, para pemimpin daerah ini mengeluhkan minimnya penyerapan sumber daya manusia lokal ke dalam operasional Vale.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gubernur Sulsel Andi Sudirman dalam keluhannya mengatakan PT Vale tidak pernah memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk masuk ke dalam operasi Vale, bahkan menduduki jabatan strategis di perusahaan.
"Sepanjang sejarah di Vale belum pernah ada yang menjadi, kalau tidak salah dari catatan kami, belum ada yang menjadi (pimpinan dalam) sistem direksi (PT Vale) yang adalah orang sana (lokal)," ungkap Andi.
Andi juga menilai realisasi pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi Sulsel dari PT Vale masih minim. Pada tahun 2021, kontribusinya disebut hanya 1,98%.
"Kalau kita reviu kontraknya, kontribusi PT vale masih sangat minim untuk Provinsi Sulawesi Selatan jika berada di kisaran 1,98 persen pada contoh kasus 2021, untuk masa kontrak karya puluhan tahun sebagai pemegang kuasa pertambangan," lanjutnya.
Keputusan Gubernur Sulsel Andi Sudirman menolak perpanjangan izin PT Vale, juga diikuti 2 gubernur di wilayah Sulawesi lainnya, yakni Gubernur Sultra Ali Mazi dan Gubernur Sulteng, Rusdy Mastura.
(dna/dna)