Pemerintah berencana menerapkan teknik Enhanced Oil Recovery (EOR) kepada sumur-sumur minyak dan gas (migas) tua demi meningkatkan produksi. Dengan pengaplikasiannya, ditargetkan produksi bisa meningkat hingga 40%.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, recovery factor migas secara nasional baru mencapai 33%. Persentase ini merupakan angka yang dihasilkan dari jumlah produksi seluruhnya dibagi dengan volume minyak awal.
"33% jadinya. Volume di bawah sana (misalnya) 100, 33 kita ambil. Itu dinaikkan lagi susah, paling nambah dikit. Kalau dinaikkan lagi harus pakai EOR bisa jadi 40-45%. Di luar negeri bisa sampai 60%," jelasnya di Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (BBPMGB) LEMIGAS, Jakarta Selatan, Kamis (14/12/2022).
Selaras dengan penggunaan EOR, Tutuka mengatakan, pihaknya menargetkan peningkatan di kisaran 5-10%, sehingga dari 33% bisa mencapai kisaran 40-45%. Penggunaan EOR ini bukan semata-mata untuk peningkatan produksi saja, tetapi juga ke cadangan migas yang utamanya menyasar sumur-sumur tua yang telah mengalami penurunan produksi.
"Kalau EOR bukan dari situ, tujuannya dari cadangan (misalnya) 100 jadi 150. Produksi bisa dinaikkan juga bisa, atau produksi tetap tapi lebih lama umurnya bisa. Jadi EOR tujuannya meningkatkan cadangan," terangnya.
Saat ini, ia mengatakan, total cadangan migas nasional berkisar di 2,4 miliar barrel oil equivalent per day (boepd). Melalui penerapan EOR ini, harapannya cadangan minyak bisa bertambah hingga 3 miliar boepd.
Untuk biaya produksinya, Tutuka mengaku tentu biayanya lebih mahal dari sistem tanpa EOR, karena itulah difokuskan pada sumur-sumur tua. Hanya saja tanpa EOR, produksi migas akan terus tergerus hingga akan sulit mencapai target produksi 1 juta barel per hari pada 2022.
Namun ia tidak dapat memastikan berapa tepatnya biaya produksi, mengingat material khusus yang digunakan pada tiap sumur berbeda-beda menyesuaikan tipikal sumur.
"Berbagai macam, kalau yang mahal itu chemicals. Di Indonesia itu satuannya US$ 5-10 juta (biaya produksi) itu murah. Kalau produksinya di Jatibarang itu bisa sampai US$ 3 juta. Tapi kalau kita tidak mulai EOR, ya nggak mulai-mulai, wacana terus aja. Jadi kita harus berani. Kalau sudah memahami, maka kita bisa berani pilot lebih dari satu sumur," ujar Tutuka.
Menurutnya, tanpa adanya aplikasi dari teknik EOR ini, target 1 juta barel per hari pada 2030 tidak akan dapat terwujud. Karena itulah, pihaknya akan terus menggenjot tahapan demi tahapan EOR ini hingga dapat diaplikasikan di lebih banyak sumur di tahun-tahun mendatang.
Lihat juga Video: SKK Migas Optimis Capai Rencana Strategis Indonesia Oil and Gas (IOG) 4.0
(ara/ara)