Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Yudha menekankan proyek pembangkit listrik panas bumi berpotensi menjadi andalan dalam transisi energi dari energi fosil menjadi Energi Baru Terbarukan (EBT). Menurutnya, meski perlu proses eksplorasi dan produksi yang panjang, pengembangan industri panas bumi memiliki hasil yang menjanjikan di masa mendatang.
"Urgensi global dalam mengembangkan energi bersih dan hijau menjadikan panas bumi dapat menjadi kunci dalam mencapai target untuk mengembangkan green economy melalui green energy dan green industry, juga dukungan bagi Indonesia menuju Net Zero Emission (NZE) 2060," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (17/3/2023).
Dia pun mencontohkan pemanfaatan energi geothermal yang dimanfaatkan menjadi energi listrik. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan sepanjang tahun 2022 konsumsi listrik per kapita di Indonesia mencapai 1.173 kilowatt hour (KWh). Angka ini naik 4,45% dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 1.123 kWh.
Kemudian, bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional hingga tahun 2022 tercatat 14,11%, atau naik 13,65% dari realisasi tahun 2021. Kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia mencapai 81,2 gigawatt (GW) di 2022, dengan PLTG/GU/MG sebesar 21,6 GW, baru kemudian pembangkit listrik EBT sebesar 12,5 GW (PLTA sebanyak 6,6 GW, PLTP 2,3 GW, dan bioenergi sebesar 3 GW).
Seperti diketahui, saat ini Indonesia memiliki kapasitas terpasang panas bumi terbesar ke-2 di dunia dan sudah dimanfaatkan sebesar 2.175,7MWe atau 9% untuk Pembangkit Tenaga Panas Bumi (PLTP). Jumlah ini disinyalir akan menyusul Amerika Serikat yang menduduki peringkat pertama dunia. Potensi listrik yang dihasilkan oleh geothermal ini dapat mencapai 24GW, sehingga tidak menambah beban pemerintah dalam produksi listrik. Hal ini mengingat harganya yang kompetitif.
Adapun salah satu perusahaan eksplorasi dan produksi geothermal, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO). Diketahui PGEO mengambil bagian pengelolaan 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) atau 82% (dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia) dan beroperasi di enam area. Dari 672MW yang dioperasikan oleh PGEO, sekitar 1.205 MW dikelola melalui Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract/JOC).
"Kapasitas produksi PGEO akan ditingkatkan lagi hingga 1.272MW pada 2027, sebagai salah satu penggunaan dana hasil IPO. Hingga saat ini PGE telah berhasil mengaliri 2,08 juta rumah di Indonesia," jelas Corporate Secretary PGEO, Muhammad Baron.
Baron menyebut PGEO mampu mempertahankan operasi pembangkit listrik tenaga panas bumi secara efektif. Pihaknya memiliki keahlian dalam manajemen reservoir dan keberlanjutan pasokan uap. Di samping itu juga menjalin sinergi dengan mitra bisnis guna memastikan standar operasi yang tinggi. Selain itu PGEO dinilainya unggul dalam O&M melalui penerapan sistem manajemen dan teknologi digital.
"Pekerjaan yang konsisten dengan para ahli independen membuat pengembangan kompetensi berkelanjutan untuk semua personel O&M," papar Baron.
(akd/ega)