Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno optimistis PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) memiliki potensi bisnis besar di industri panas bumi. Hal ini mengingat Indonesia memiliki sumber daya melimpah.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi panas bumi di Indonesia mencapai 23,7 GW. Dengan kapasitas pembangkit listrik panas bumi (PLTP) sebesar 2.276 MW, pemanfaatan panas bumi di Indonesia juga menempati posisi kedua setelah Amerika Serikat (AS).
"Saya kira prospek bisnis yang dimiliki PGE cukup baik meskipun high risk dan high capital, tapi prospek bisnis EBT ke depan tinggi dan minat investor tinggi. Jadi prospeknya cerah ke depan," ujar Eddy dalam keterangannya, Selasa (21/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eddy mengakui proyek PLTP yang digarap PGE memang membutuhkan modal besar. Adapun total investasi yang disiapkan perusahaan sebesar USD 1,6 miliar dalam lima tahun ke depan atau hingga 2027, atau setara dengan Rp 24,2 triliun (kurs Rp 15.133 per dolar AS).
Melihat hal ini, Eddy menilai keputusan perusahaan melantai di bursa saham alias Initial Public Offering (IPO) belum lama ini merupakan keputusan yang tepat. Pasalnya, emiten berkode PGEO ini meraup dana besar sekitar Rp 9 triliun pada Februari 2023.
"Dengan IPO ini, sebagian besar untuk modal awal proyek, bisa dilaksanakan. Tinggal bagaimana PGE dan mitra bisa menjalankannya, baik [mitra] nasional atau swasta asing. Melihat tingginya minat EBT, saya kira PGE enggak akan kesulitan dapat partner, sehingga bank akan tertarik membiayai proyek PGE ke depannya," papar Eddy.
Fundamental Keuangan Kuat
Sementara itu, Corporate Secretary PGE Muhammad Baron pihaknya siap menyambut pengembangan proyek Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang cerah. Sebagai salah satu pengembang energi panas bumi terbesar di dunia, PGE telah memiliki pengalaman puluhan tahun untuk meningkatkan kapasitas listrik sebanyak 600 MW dalam 5 tahun ke depan.
Ia mengatakan dana yang diperoleh dari IPO dialokasikan untuk pengembangan usaha sebesar 85 persen, sedangkan sekitar 15 persen akan digunakan untuk pembayaran sebagian utang. Menurutnya, fundamental keuangan perusahaan kuat untuk menjalankan proyek pengembangan listrik EBT.
"Pendanaan dari pasar modal melalui IPO diharapkan dapat mendukung percepatan pengembangan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi," kata Baron.
Lebih lanjut, Baron mengatakan saat ini, pihaknya telah melakukan rencana penambahan kapasitas terpasang panas bumi sebesar 55 MW di salah satu area operasi PGE di Lumut Balai, Sumatera Selatan. Adapun proyek ini ditargetkan dapat selesai di tahun 2024.
Baron mengungkapkan per September 2022, PGEO memiliki nilai kas dan setara kas sebesar USD 230 juta yang bertambah sekitar USD 105 juta dari saldo kas per 31 Des 2021. Hal ini menunjukkan PGEO mampu mengelola kas secara baik, yang utamanya didapat dari penjualan uap dan listrik ke PLN. Adapun kontrak penjualan uap dan listrik PGEO merupakan kontrak bersifat jangka panjang dan selalu terbayarkan secara tepat waktu.
"Dengan tambahan dana segar IPO, PGEO masih memiliki arus kas yang cukup kuat dan mampu mengatasi kewajiban bayar utang secara tepat waktu," pungkas Baron.
(akn/ega)