Anggota DPR 'Ngamuk' Banyak Industri Tak Dapat Gas US$ 6/MMBTU

Anggota DPR 'Ngamuk' Banyak Industri Tak Dapat Gas US$ 6/MMBTU

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Selasa, 11 Apr 2023 14:50 WIB
Pembangunan gedung baru untuk DPR RI menuai kritikan berbagai pihak walaupun Ketua DPR Setya Novanto menyebut Presiden Jokowi telah setuju pembangunan tersebut. Tetapi Presiden Jokowi belum teken Perpres tentang pembangunan Gedung DPR. Lamhot Aritonang/detikcom.
Gedung DPR/Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta -

Anggota DPR Komisi VII DPR RI Mercy Chriesty Barends 'ngamuk' karena banyak sekali industri yang tak mendapatkan pasokan gas murah US$ 6/MMBTU. Menurutnya, banyak sekali pembatasan kuota volume gas murah yang didapatkan oleh beberapa industri di Jawa Barat dan Jawa Timur.

Saking jengkelnya, Mercy sempat memukul meja saat menyampaikan pendapatnya dalam rapat dengan Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji dan Plt. Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Ignatius Warsito.

"Apa yang sebabkan industri ini mengalami pembatasan volume gas bumi di bawah kontrak, Jawa Timur bahkan sampai 80% kontrak. Amat sangat tak realistis buat saya," kata Mercy sambil menggebrak mejanya dalam rapat kerja yang dilakukan di ruang rapat Komisi VII DPR RI , Jakarta Pusat, Selasa (11/4/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang paling parah kisarannya Jawa Barat 83-90%, artinya dia tidak dapat apa-apa padahal industri menumpuk di sana, terjadi pengurangan kuota HGBT (harga gas bumi tertentu). 83-90% kontrak," lanjutnya.

Mercy menilai apa yang terjadi sangat tidak masuk akal. Menurutnya malah program gas murah US$ 6 per MMBTU hanya PHP alias pemberi harapan palsu.

ADVERTISEMENT

"Pembatasan ini tidak masuk akal karena isi kontraknya berbeda. Industri gulung tikar kalau gini pak. Kesannya PHP, kesannya dapat kuota tapi isinya nggak dikasih," kata Mercy.

Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menjawab pertanyaan Mercy. Menurutnya, keterbatasan gas murah terjadi karena kurangnya pasokan dan infrastruktur penyaluran gas.

Di Jawa Timur misalnya, fasilitas gas Jambaran-Tiung Biru (JTB) sempat mundur operasionalnya, hal itu membuat pasokan gas sempat seret. Namun kini perlahan-lahan pasokan gas sudah kembali tersedia setelah fasilitas JTB beroperasi, bahkan surplus.

"Apa yang terjadi di Jawa timur, itu ada shortage di lapangan karena ada permasalahan proyek di reservoar, ada ketidaksesuaian, atau juga karena fasilitas yang aging," ujar Tutuka.

"Misalkan juga JTB itu kan mundur lama sekali, jadi pasokan Jatim sempat tak terpenuhi," lanjutnya.

Di sisi lain, ketika pasokan di Jawa Timur sudah surplus, sialnya tidak ada pipa yang tersambung ke Jawa Barat untuk memenuhi kebutuhan yang ada.

"Kemudian sekarang saat Jatim surplus, namun tak bisa ditransfer ke Jawa Barat karena tak ada pipa yang menyambung. Jadi keterbatasan tadi ada ketidakpastian di subservice antara sumber dan penerima," kata Tutuka.

(hal/ara)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads