PT Vale Indonesia Tbk (INCO) disebut tak akan mengeluarkan dividen hingga 2027 mendatang. Pembayaran dividen akan dilakukan berdasarkan ketersediaan kas, setelah memperhitungkan kebutuhan modal kerja, pembayaran pinjaman dan bunga, serta program investasi.
Namun, berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Vale Indonesia pada Jumat (5/5), Vale membagikan dividen tunai sebesar US$ 60,12 juta atau Rp 887.67 miliar. Besaran ini merupakan 30% dari laba tahun buku 2022 yakni sebesar US$ 200,40 juta atau Rp2,95 triliun.
Perkara dividen ini menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan di tengah heboh kabar kewajiban divestasi saham 11% sebelum kontrak karya Vale berakhir di 2025 mendatang. Divestasi ini diketahui berpengaruh pada rencana ambil alih pemerintah Indonesia melalui Holding BUMN MIND ID untuk 'mencaplok' Vale. Hingga kini, MIND ID masih menyiratkan keengganan untuk mengambiil alih 11% saham tersebut.
Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo menilai pengambilalihan saham sebesar 11% belum bisa membuat MIND ID menjadi pemegang saham mayoritas di PT Vale Indonesia. Pun tak bisa segera memberi keuntungan besar bagi pemerintah.
"Jadi ya kita punya 11% sebenarnya tidak punya arti apa-apa, nah padahal Vale punya kebijakan untuk tidak membagikan keuntungannya dalam bentuk dividen sampai 2027. Lu mau nggak, punya investasi tapi sampai 2027 tidak ada pembagian keuntungan, jadi kita harus buat apa," ungkap Dilo dikutip dari laman CNBC Indonesia.
Ia menjelaskan saham Vale sebagian besarnya saat ini masih dimiliki asing, yakni Vale Canada Limited (VCL) 44,3%, Sumitomo Metal Mining Cp. Ltd (SMM) 15%. Sementara itu, holding BUMN tambang MIND ID memiliki saham sebesar 20% dan publik sebesar 20,7%.
Walau ditambah 11%, kata Dilo, kepemilikan MIND ID di Vale pun 'hanya' berkisar 31%. Jumlahnya masih lebih rendah dibandingkan kepemilikan asing di perusahaan asal Kanada ini. Ia pun mengeluhkan saham Vale yang hingga kini, setelah 55 tahun beroperasi di Indonesia, masih saja dikuasai pihak asing.
"Nah 11% ini kalau ditambah sama 20% saham kita, kita cuma dapat 31%. Nah saham mereka yang tadinya 40% sekian jadi turun ke 36%. Artinya, mayoritas masih Vale belum lagi ditambah sama Sumitomo," jelasnya.
Senada, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebutkan butuh lebih dari 11% saham untuk dapat mengkonsolidasikan tambang nikel tersebut menjadi milik Indonesia. Ia menjelaskan divestasi sebesar 11% saham dibutuhkan untuk memenuhi syarat peralihan status kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), yakni minimal 51% saham kepada investor nasional atau pemerintah.
"Untuk itu pemerintah secara resmi menyampaikan ke Vale bahwa sebagai pengalihanya harus di-gopublic-kan dalam negeri, sekarang masih ada sisa 11%," ujar Arifin.
(akn/ega)