Rencana Divestasi-Dividen Vale Disebut Tak Untungkan MIND ID, Mengapa?

Rencana Divestasi-Dividen Vale Disebut Tak Untungkan MIND ID, Mengapa?

Erika Dyah - detikFinance
Jumat, 02 Jun 2023 15:49 WIB
Valesaham
Foto: MIND ID
Jakarta -

PT Vale Indonesia Tbk (INCO) disebut tak akan mengeluarkan dividen hingga 2027 mendatang. Pembayaran dividen akan dilakukan berdasarkan ketersediaan kas, setelah memperhitungkan kebutuhan modal kerja, pembayaran pinjaman dan bunga, serta program investasi.

Namun, berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Vale Indonesia pada Jumat (5/5), Vale membagikan dividen tunai sebesar US$ 60,12 juta atau Rp 887.67 miliar. Besaran ini merupakan 30% dari laba tahun buku 2022 yakni sebesar US$ 200,40 juta atau Rp2,95 triliun.

Perkara dividen ini menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan di tengah heboh kabar kewajiban divestasi saham 11% sebelum kontrak karya Vale berakhir di 2025 mendatang. Divestasi ini diketahui berpengaruh pada rencana ambil alih pemerintah Indonesia melalui Holding BUMN MIND ID untuk 'mencaplok' Vale. Hingga kini, MIND ID masih menyiratkan keengganan untuk mengambiil alih 11% saham tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID Dilo Seno Widagdo menilai pengambilalihan saham sebesar 11% belum bisa membuat MIND ID menjadi pemegang saham mayoritas di PT Vale Indonesia. Pun tak bisa segera memberi keuntungan besar bagi pemerintah.

"Jadi ya kita punya 11% sebenarnya tidak punya arti apa-apa, nah padahal Vale punya kebijakan untuk tidak membagikan keuntungannya dalam bentuk dividen sampai 2027. Lu mau nggak, punya investasi tapi sampai 2027 tidak ada pembagian keuntungan, jadi kita harus buat apa," ungkap Dilo dikutip dari laman CNBC Indonesia.

ADVERTISEMENT

Ia menjelaskan saham Vale sebagian besarnya saat ini masih dimiliki asing, yakni Vale Canada Limited (VCL) 44,3%, Sumitomo Metal Mining Cp. Ltd (SMM) 15%. Sementara itu, holding BUMN tambang MIND ID memiliki saham sebesar 20% dan publik sebesar 20,7%.

Walau ditambah 11%, kata Dilo, kepemilikan MIND ID di Vale pun 'hanya' berkisar 31%. Jumlahnya masih lebih rendah dibandingkan kepemilikan asing di perusahaan asal Kanada ini. Ia pun mengeluhkan saham Vale yang hingga kini, setelah 55 tahun beroperasi di Indonesia, masih saja dikuasai pihak asing.

"Nah 11% ini kalau ditambah sama 20% saham kita, kita cuma dapat 31%. Nah saham mereka yang tadinya 40% sekian jadi turun ke 36%. Artinya, mayoritas masih Vale belum lagi ditambah sama Sumitomo," jelasnya.

Senada, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebutkan butuh lebih dari 11% saham untuk dapat mengkonsolidasikan tambang nikel tersebut menjadi milik Indonesia. Ia menjelaskan divestasi sebesar 11% saham dibutuhkan untuk memenuhi syarat peralihan status kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), yakni minimal 51% saham kepada investor nasional atau pemerintah.

"Untuk itu pemerintah secara resmi menyampaikan ke Vale bahwa sebagai pengalihanya harus di-gopublic-kan dalam negeri, sekarang masih ada sisa 11%," ujar Arifin.

Namun, sekalipun divestasi 11% tersebut diserap oleh MIND ID, ia mengatakan kepemilikan saham ini hanya sekitar 31%. Dengan demikian, MIND ID tidak dapat menjadi pemegang saham terbesar dan bukan pengendali dari Vale Indonesia. Untuk menjadikan tambang nikel itu jadi milik pemerintah, MIND ID perlu menyerap tambahan sekitar 9% saham lagi.

Terkait divestasi saham, Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menambahkan hal ini tidak seharusnya digunakan sebagai kepentingan Vale Indonesia saja. Khususnya dalam upaya memperpanjang kontrak.

Andre menilai rencana divestasi ini semestinya disasarkan pada kepentingan masa depan bangsa sekaligus keberlangsungan pertambangan di Indonesia.

"Rasanya belum berdampak maksimal untuk sumbangsih BUMN ke Indonesia. Karena MIND ID sebagai perpanjangan tangan negara ini tidak memiliki kuasa penuh, karena belum menjadi pemegang saham mayoritas," ujar Andre.

Di lain sisi, jumlah cadangan biji nikel dan produksi nikel Vale Indonesia terus menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Mengingat sifat perusahaan tambang yang bergantung pada kekayaan alam, hal ini bisa disebabkan oleh potensi eksplorasi yang semakin lama terus menurun.

Berdasarkan laporan tahunan 2022, cadangan mineral dan produksi biji nikel Vale per akhir Desember 2022 mencapai 111,55 juta ton. Cadangan terbukti mencapai 65,8 juta ton, sementara cadangan terkira mencapai 45,74 juta ton.

Jumlah ini menunjukkan penurunan dibanding tahun 2021 yang tercatat sebesar 112,5 juta ton. Sedangkan di tahun 2016 jumlah cadangan terbuktinya mampu mencapai 91,7 ton dengan cadangan terkira 19/2 ton.

Produksi biji nikel di tahun 2022 pun mengalami penurunan, yakni sebesar 11,55 juta ton pada 2022. Sedangkan pada tahun 2021 mampu mencapai 12,87 ton dan di 2016 lalu mencapai 14,28 ton.


Hide Ads