Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan akan menghormati proses hukum yang berlaku. Hal ini sebagai respons atas ditetapkannya dua tersangka pejabat Kementerian ESDM dalam kasus korupsi pertambangan nikel diBlok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Kita menghormati proses hukum yang berlaku di Kejaksaan," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi di ICE BSD, Tangerang, Selasa (25/7/2023).
Dikutip dari detikNews, adapun dua tersangka itu berinisial SM dan ETT. Dua tersangka telah ditahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengungkapkan SM merupakan Mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral yang saat ini menjabat Kepala Geologi Kementerian ESDM. Sedangkan EVT adalah Evaluator Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) pada Kementerian ESDM.
"Dari proses penyidikan perkara yang ada di Sultra, yang berinisial SM yaitu Kepala Geologi Kementerian ESDM, mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral Batubara Kementerian ESDM. Dan tersangka kedua adalah EVT yaitu Evaluator Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) pada Kementerian ESDM," kata Ketut dalam jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (24/7).
Ketut menjelaskan, menurut hasil penyidikan, SM dan EVT telah memproses penerbitan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2022 sebesar 1,5 juta metrik ton ore nikel milik PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa juta metrik ton ore nikel pada RKAB beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo tanpa melakukan evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan.
"Padahal, perusahaan tersebut tidak mempunyai deposit/cadangan nikel di Wilayah Izin Usaha Pertambangannya (IUP-nya), sehingga dokumen RKAB tersebut (dokumen terbang) dijual kepada PT Lawu Agung Mining yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Antam, seolah-olah nikel tersebut berasal dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain yang mengakibatkan kekayaan negara berupa ori nikel milik negara cq PT Antam dijual dan dinikmati hasilnya oleh pemilik PT Lawu Agung Mining, PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa pihak lain," paparnya.
Menurut perhitungan sementara auditor, kata Ketut, keseluruhan aktivitas pertambangan di blok Mandiodo telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 5,7 Triliun. Dengan penetapan 2 orang tersangka, maka penyidik telah menetapkan tujuh orang tersangka dan proses penyidikan masih terus dalam tahap pengembangan.
"Jadi kedua tersangka yang ditahan tadi terkait perkara yang ada di Sultra yaitu perjanjian KSO antara PT Antam dan kelapa konsorsium. Yang sampai saat ini sudah menetapkan 7 tersangka. Yang 2 tadi adalah dari Kementerian ESDM," ungkap Ketut.
Simak juga Video 'Luhut Jelaskan Sikap Pemerintah Terkait Larangan Ekspor Nikel':