Emisi PLTU Disebut Tak Berdampak Pada Polusi di Jakarta, Ini Kajiannya

Emisi PLTU Disebut Tak Berdampak Pada Polusi di Jakarta, Ini Kajiannya

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Kamis, 07 Sep 2023 12:15 WIB
PLTU
Foto: dok. PLN
Jakarta -

Polusi udara yang menjadi momok masyarakat di Ibu Kota Jakarta dalam beberapa bulan terakhir dan disebut berasal dari kendaraan 44% dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 34%.

Namun, berdasarkan kajian yang dilakukan Institut Teknologi Bandung, emisi yang dikeluarkan PLTU yang ada di sekitar Jakarta tidak berdampak pada polusi yang terjadi di Ibu Kota.

Peneliti sekaligus Guru Besar Teknik Lingkungan ITB, Puji Lestari dalam Kajian Dampak Kegiatan PLTU Banten dan Jawa Barat terhadap Potensi Polutan Lintas Batas Dengan Model Dispersi dikutip Kamis (7/9/2023) menjabarkan, dalam pengoperasian PLTU yang menggunakan bahan bakar batu bara memang menghasilkan emisi berupa PM, SO2, dan NOx.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun dalam pengoperasian PLTU telah menggunakan alat pengendali pencemaran udara serta dilakukan pemantauan secara berkala, namun isu menurunnya kualitas udara di perkotaan sering kali dikaitkan dengan dampak yang ditimbulkan dari operasional PLTU.

Puji dalam penelitiannya melakukan studi terkait dispresi/perpindahan ini dengan tujuan untuk mengevaluasi apakah kegiatan PLTU yang dilakukan oleh PLTU memiliki dampak terhadap kualitas udara lingkungan dan apakah ada keterkaitan antara operasional PLTU ini dengan penurunan kualitas udara, terutama di perkotaan Jakarta.

ADVERTISEMENT

"Penelitian yang digunakan menggunakan model CALPUFF, tetapi data emisi yang digunakan adalah data yang sebenarnya, berasal dari PLTU Suralaya, PLTU Lontar, PLTU Labuan, dan Pelabuhan Ratu. Jadi, peneliti tidak hanya memperhitungkan data dari PLTU Suralaya saja, tetapi juga semua emisi dari keempat PLTU," jelasnya.

"Selain itu, kami juga menggunakan data meteorologi dari tiga lokasi, yaitu Jakarta, Soekarno Hatta, Serang, dan Citeko. Peneliti memutuskan untuk menggunakan model CALPUFF karena model ini telah digunakan oleh banyak penelitian sebelumnya dan sudah dikenal luas dalam komunitas penelitian ini," ungkapnya lagi.

Wilayah studi dalam penelitiannya, ditetapkan ukuran 300 kali 300 kilometer. Hal ini dilakukan agar wilayah studi mencakup seluruh daerah yang diharapkan mulai dari lokasi pembangkit di Cilegon hingga mencakup Pelabuhan Ratu serta Jakarta dan sekitarnya.

Dalam penelitiannya, ia memperhatikan ketinggian elevasi dari dimensi studi. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa modeling dapat mempertimbangkan adanya gunung, bukit, dan lainnya, yang berpotensi berdampak pada hasil modeling.

Penelitian ITBFoto: Dok Penelitian ITB

Puji menjelaskan, pada kajian dispersi emisi, faktor paling penting untuk diperhatikan adalah arah angin, yaitu ke mana arah angin tersebut bertiup. Wind rose, sebagaimana tertampil pada gambar, berbentuk panah dari luar ke dalam yang menunjukkan pola angin seperti, kemana arah angin bertiup, frekuensi angin, dan kecepatan angin.

Pemodelan wind rose ini menggunakan titik lokasi model di Stadium Gelora Bung Karno, Jakarta, menggunakan data dari tiga stasiun meteorologi (Serang, Soekarno Hatta, danCiteko).

"Pada musim kemarau angin bertiup dari arah Timur Laut menuju ke arah Barat Daya sehingga emisi PLTU tidak berdampak pada polusi di Jakarta," tegas Puji.

Simak juga Video: Saat Istana Meluruskan Pernyataan Jokowi PLTU Batu Bara Tutup 2025

[Gambas:Video 20detik]




Penelitian ITBPenelitian ITB Foto: Dok Penelitian ITB

Kemudian, jika dilihat pada musim penghujan, wind rose menunjukkan arah angin cenderung datang dari Barat atau Barat Daya menuju ke Timur atau Timur Laut. Kondisi ini terjadi pada Bulan Oktober-April. Lokasi titik pemodelan wind rose yang digunakan sama dengan sebelumnya, yaitu di Stadium Gelora Bung Karno, Jakarta, dengan menggunakan data dari tiga stasiun meteorologi (Serang, Soekarno Hatta, dan Citeko).

"Dengan demikian mengingat kondisi saat bulan tersebut adalah musim penghujan dan kecepatan angin yang dominan cukup rendah sehingga emisi PLTU berdampak sangat kecil pada polusi di Jakarta di musim penghujan," ungkapnya.

Dok Penelitian ITBDok Penelitian ITB Foto: Dok Penelitian ITB

Pemodelan dispersi dikaji khusus pada tanggal 1 sampai 22 Agustus 2023 untuk angin bertiup dari Timur laut dan Timur sehingga tidak ada angin yang berasal dari arah pembangkit.

"Hal ini bisa disimpulkan bahwa emisi PLTU tidak berdampak pada polusi di Jakarta," katanya.

Kemudian, jika melihat pola pergerakan angin, tidak ada angin yang datang dari Barat. Semuanya bergerak dari Timur, Timur laut, atau Tenggara ke arah yang berlawanan. Jakarta terletak di tengah-tengah wilayah ini, dan Depok serta Bogor berada di sekitarnya sehingga emisi PLTU tidak berdampak pada polusi di Jakarta.

Dok Penelitian ITBDok Penelitian ITB Foto: Dok Penelitian ITB

Hasil pemodelan dispersi PM2.5 selama kurun waktu tanggal 1-21 Agustus 2023, terlihat bahwa tidak ada polutan PM2.5 yang berasal dari 4 PLTU mengarah menuju Jakarta. Pada kondisi tersebut angin berhembus dari arah sebaliknya yaitu menuju ke arah barat sehingga emisi PLTU tidak berdampak pada polusi di Jakarta.

Penelitian ITBFoto: Dok Penelitian ITB

Hasil pemodelan di Bulan Agustus (01-21 Agustus) diperoleh hasil bahwa selama kurun waktu tersebut tidak ada polutan NOx yang sampai ke Jakarta berasal dari PLTU karena angin bertiup dari arah Timur sehingga emisi PLTU tidak berdampak pada polusi di Jakarta.

Penelitian ITBPenelitian ITB Foto: Dok ITB

Pada bulan Agustus 2023, pergerakan SO2 menuju Jakarta sama sekali tidak ada yang berasal dari PLTU karena angin bertiup dari arah Timur, sehingga emisi PLTU tidak berdampak pada polusi di Jakarta.

Puji menyimpulkan, terdapat polutan lintas batas udara, terutama selama musim penghujan, namun konsentrasinya relatif rendah saat mencapai Jakarta. Sebaliknya, selama musim kemarau, tidak ada polutan lintas batas yang mencapai Jakarta. Konsentrasi polutan pada Agustus 2023 cenderung rendah, dan tidak terjadi perpindahan polutan ke arah Jakarta, baik PM2,5, NOx, atau SO2.

Untuk itu, ia memberikan beberapa rekomendasi kepada PLTU, Pertama, peneliti berharap bahwa operasional PLTU terus menjaga kinerja Elektrostatic Precipitator (ESP) dari PLTU, karena ESP memiliki peran penting dalam mengurangi emisi polutan. Selain itu, peneliti menyarankan untuk tetap menggunakan Low NOx Burner, untuk mengurangi emisi NOx, sehingga tingkat partikulat dan NOx tetap dapat terkendali.

Puji berharap. PLTU terus memantau dan mengendalikan kadar sulfur di dalam batu bara yang digunakan sebagai bahan bakar. Ini penting karena sebagian besar sulfur dalam batu bara akan berubah menjadi SO2 saat dibakar. Oleh karena itu, perlu memperhatikan komposisi sulfur dalam bahan bakar, misalnya dengan melakukan blending agar kadar sulfur tetap terjaga pada tingkat yang dapat diterima.

Berdasarkan paparan Direktur Utama PT PLN Indonesia Power, Edwin Nugraha Putra saat bertemu tim Komisi VII DPR menyatakan bahwa, pembangkit PLTU sudah melakukan pengendalian emisi pada setiap PLTU seperti sistem Electrostatic Precipitator (ESP) yang menangkap debu PM 2,5. Bahkan untuk emisi NO2 pun, PLTU sekitar sudah menerapkan teknologi Low NOx Burner. Untuk pengendalian SO2 PLTU melakukan coal blending.

Sehingga emisi PLTU PLN selalu lebih kecil dari ambang baku mutu berdasarkan Permen LHK No 15 Tahun 2019. Selain itu dilakukan pula pengukuran ambien di sekitar area PLTU secara berkala oleh laboratorium independent yang bersertifikasi sesuai peraturan KLHK dan nilainya selalu lebih kecil dari ambang baku mutu. Atas upaya yang dilakukan ini PLTU Suralaya-PLTU Lontar- PLTU Pelabauhan Ratu mendapatkan Proper Emas dan PLTU Labuan mendapatkan Proper Hijau pada tahun 2022.


Hide Ads