Luhut Ungkap Hasil Pertemuan dengan Mendag AS soal Nasib Nikel RI

Luhut Ungkap Hasil Pertemuan dengan Mendag AS soal Nasib Nikel RI

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 07 Sep 2023 15:50 WIB
Ketua Bidang Dukungan Penyelenggaraan Acara G20 Luhut Binsar Pandjaitan
Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. (Foto: Dok.detikcom)
Jakarta -

Produk nikel asal Indonesia terancam dikucilkan dengan adanya Undang-undang (UU) Pengurangan Inflasi Amerika Serikat (AS) atau Inflation Reduction Rate (IRA). Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sudah bertemu langsung dengan pemerintah AS untuk membicarakan hal ini.

Luhut bercerita dirinya sudah sempat menemui Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo soal masalah ini beberapa waktu lalu. Hasilnya, Luhut bilang pemerintah AS sedang menentukan keputusan apakah produk nikel Indonesia akan masuk dan mendapatkan kredit pajak IRA atau tidak.

"Saya sudah pergi ke AS, datang ke Gedung Putih, malam itu ketika kami berdiskusi dengan Ghina Raimondo, Menteri Perdagangan AS, semua berjalan dengan baik. Saya pikir mereka akan mendiskusikan soal keputusannya," beber Luhut dalam konferensi pers di sela acara Indonesia Sustainable Forum (ISF) 2023 di Park Hyatt, Jakarta Pusat, Kamis (7/9/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam UU IRA, ada pedoman kredit pajak bagi produsen baterai dan kendaraan listrik yang mencakup US$ 370 miliar dalam subsidi untuk teknologi energi bersih. Namun, baterai yang mengandung komponen sumber Indonesia dinilai tidak memenuhi syarat untuk subsidi tersebut.

Indonesia dinilai tidak memenuhi syarat masuk kredit pajak IRA karena belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS. Hal ini lah yang membuat produk Indonesia seperti dikucilkan AS.

ADVERTISEMENT

Kembali ke Luhut, dia mengatakan sebetulnya ekspor produk nikel Indonesia ke Amerika Serikat sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Bagi Amerika, Luhut mengatakan negara itu akan mendapatkan produk murah untuk membangun kendaraan listrik. Bagi Indonesia, produk nikel jadi mendapatkan pasar.

"Pada dasarnya nikel ini menguntungkan keduanya. Bila Amerika tidak mengizinkan mengekspor sebagian material kita ini, mereka juga mendapat masalah lho, misalnya untuk pekerjaan produksi EV biayanya akan dua kali lipat," ungkap Luhut.

Sebelumnya, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rosan Roeslani yang sebelumnya menjabat sebagai Duta Besar RI untuk AS mengatakan pemerintah terus melakukan negosiasi dengan pihak AS soal kebijakan IRA. Salah satunya dengan mengajukan mineral kritis, termasuk nikel, masuk ke perjanjian dagang Indo-Pacific Economic Framework (IPEF). Dengan masuk ke dalam IPEF, produk mineral kritis bisa saja mendapat kredit pajak IRA.

"Kita bicara terus untuk kita juga dapatkan insentif soal IRA, melalui kerja sama IPEF. Itu Indonesia sudah ajukan secara resmi, kita pertama yang didukung oleh enam negara ASEAN termasuk juga Australia dan oleh Fiji agar insentif critical mineral jadi bagian konkret dari IPEF ini," ungkap Rosan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (9/8/2023) yang lalu.

Negosiasi itu akan dilakukan hingga November dengan pemerintah AS. Nantinya, perjanjian IPEF direalisasikan dalam pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) akhir tahun ini.

Simak Video: Jokowi Yakin RI Akan Jadi Negara Maju Jika Pemimpinnya Tak Penakut

[Gambas:Video 20detik]




(hal/das)

Hide Ads