Harga minyak mentah global terlihat stabil di angka US$ 90 atau Rp 1,4 juta (Kurs Rp 15,719) per barel di tengah prahara Hamas-Israel. Mayoritas investor global disebut sedang memantau perkembangan perang tersebut.
Harga minyak mentah dunia bercokol di angka US$ 90 atau Rp 1,4 juta (Kurs Rp 15,719) per barel pada Senin (16/10/2023), setelah melesat pada Jumat (13/10).
Dilansir dari Reuters, harga brent futures atau minyak mentah berjangka turun US$ 39 sen atau 0,43% menjadi $90,50 atau Rp 1,422,569 (Kurs Rp 15,719) per barel pada pukul 08.55 GMT, Jumat (13/10).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS, turun 26 sen atau 0,3% menjadi $87,43 per barel atau Rp 1,374,312 (Kurs Rp 15,719).
"Kedua harga minyak acuan tersebut naik hampir 6% pada hari Jumat, membawa Brent naik 7,5% pada minggu ini dan WTI naik 5,9%. Investor memperkirakan kemungkinan konflik Timur Tengah meluas dan melibatkan negara lain," tulis Reuters.
Naik turunnya harga minyak dunia tidak terlepas dari perang yang terjadi antara Hamas-Israel. Konflik disebut menjadi salah satu persoalan geopolitik yang mengancam harga minyak dunia setelah invasi Rusia atas Ukraina pada Februari 2022.
Eskalasi konflik pun dikhawatirkan meningkat jika Iran terlibat. Sebab pada Sabtu (14/10), Iran mengancam akan ada 'konsekuensi luas' jika 'kejahatan perang dan genosida' Israel terus berlanjut.
Dalam kegundahan yang dalam, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, dikabarkan akan berkunjung kembali ke Israel hari ini, Senin (16/10). Ia disebut hendak membicarakan 'langkah ke depan' setelah diplomasi ulang-alik beberapa hari ini antar sejumlah negara-negara Arab.
Kendati demikian pada Senin (16/10), Israel mendampik jika gencatan senjata sudah disepakati di wilayah Gaza Selatan. Hal ini menjadi respon Israel setelah sumber Reuters di Mesir menyebutkan bahwa kesepakatan gencatan senjata sudah terjalin antara kedua pihak.
Di tengah kegamangan yang terjadi, Presiden NS Trading yang merupakan bagian dari Nissan Securities, Hiroyuki Kikukawa, pun menilai bahwa investor global sedang memantau potensi luas dari dampak perang Hamas-Israel.
"Investor sedang mencoba untuk mencari tahu dampak konflik tersebut. Sementara serangan darat skala besar belum dimulai setelah batas waktu 24 jam di mana Israel pertama kali memberi tahu penduduk di bagian utara Gaza untuk mengungsi ke selatan," ucap Hiroyuki.
Sementara menurut analis PVM Oil, John Evans, situasi konflik Hamas-Israel yang berubah-ubah membuat harga minyak dunia semakin sulit diprediksi.
Akan semakin sulit bagi harga minyak dunia untuk kembali normal seperti sebelum masa pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina.
"Situasinya tetap berubah-ubah. Hal ini buruk memprediksi harga dengan kecilnya peluang untuk kembali ke pasar yang relatif normal pasca pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina," bebernya. Sebagai informasi, PVM adalah perusahaan broker minyak terkemuka di dunia.
Berdasarkan catatan Reuters, sejumlah negara adikuasa pun diketahui mulai memelototi konflik Hamas-Israel. Pada Senin (16/10), Menteri Luar Negeri China dan Russia dikabarkan sudah bertemu di Beijing.
(das/das)