Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, persoalan transisi energi bukan cuma hanya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tapi merupakan tanggung jawab lintas instansi. Hal ini dikarenakan perlu ada investasi dalam jumlah besar agar Indonesia sepenuhnya bisa melakukan transisi energi.
Dalam agenda Indonesia International Conference for Sustainable Finance and Economy 2023 (IICSFE 2023) yang disiarkan di YouTube BKF Kemenkeu, Kamis (8/11/2023), Sri Mulyani mengatakan selain Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) adalah salah satu instansi yang aktif mendiskusikan transisi energi.
Hal ini disebabkan persoalan transisi energi tidak hanya berbicara berapa banyak energi baru dan terbarukan (EBT) dan berapa PLTU batu bara yang ditutup. Namun, juga bagaimana Indonesia bisa memperoleh dana untuk bisa melakukan transisi energi secara bertahap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kalau anda melihat transisi energi itu adalah kombinasi dari continue building renewable penutupan sejumlah pabrik batu bara, serta redesain ulang transmisi dan distribusi, dan itu artinya ada capital expenditure atau uang, dan uang tidak turun dari langit," ungkap Sri Mulyani.
Ia mengatakan, 62% dari total PLTU Indonesia milik PT PLN (Persero) masih bertenaga batu bara, sementara sisanya berbahan bakar fosil. Agar Indonesia mencapai target net zero emission pada 2060, diperlukan jumlah investasi yang cukup tinggi dari berbagai pihak.
Jumlahnya disinyalir mencapai US$ 95,9 miliar atau Rp 1.496 triliun (kurs Rp 15.600) dalam kurun 2023 sampai 2030 dan US$ 530 miliar atau Rp 8.268 triliun dalam kurun 2030-2050. Sejumlah ini pun bisa diperoleh dari berbagai negara asing serta lembaga investasi global.
"Tidak bisa ujuk-ujuk menghentikan karena bakal menyebabkan persoalan situasi sosial dan politik yang tidak berkelanjutan, dan dengan komitmen besar ini, estimasi biayanya adalah US$ 95,9 miliar dalam kurun 2023-2023, dan kita butuh tambahan US$ 530 miliar lagi dari 2030-2050," bebernya.
Sri Mulyani kemudian menjelaskan bahwa pemerintah sudah menyusun sejumlah rencana transisi energi untuk menarik minat berbagai pihak internasional. Mulai dari Energy Transition Mechanism (ETM) yang diluncurkan dalam perhelatan COP 26 di Glasgow pada 2021, hingga penyusunan comprehensive investment plan (CIP) oleh Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk menyingsing rencana investasi pendanaan US$ 20 miliar atau Rp 312 triliun dari sejumlah negara maju.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani mengatakan, transisi energi Indonesia akan jauh panggang dari api tanpa investasi. Pemerintah terus aktif untuk menghubungkan berbagai lingkaran finansial global dengan Indonesia dalam hal transisi energi.
"Ini bukan uang kecil, tapi juga didiskusikan dengan lingkaran finansial global, saya dengar ada triliunan uang secara global di luar sana. Jadi kebutuhan finansial ini bisa diberikan dengan menghubungkan uang di global sana ke rencana Indonesia. Makanya saya sampaikan, boleh punya semangat dan pidato yang bagus, tapi jangan sampai tidak bisa mendiskusikan dan merencanakan finansialnya," tegasnya.
(ara/ara)