Kementerian ESDM masih berkoordinasi dengan berbagai kementerian membahas pengaturan pengelolaan hasil sedimentasi di laut. Pembahasan tersebut melibatkan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Terkait dengan permasalahan pasir laut, sedimentasi laut kita masih dalam proses koordinasi. Jadi lintas kementerian di sini melibatkan Kemendag yang membawahi dan membina surveyor, kemudian Bea Cukai, Kementerian ESDM dan KKP," kata Kepala Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara tekMIRA Kementerian ESDM Julian Ambassadur Shiddiq dalam konferensi pers, disiarkan di Youtube Ditjen Minerba TV, Selasa (16/1/2024)
Pihaknya tak keberatan jika pengelolaan sedimentasi di laut ini digunakan untuk proses penyehatan laut. Namun, ia mengatakan, jika terkait dengan penambangan kewenangannya masih di Kementerian ESDM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang memang jadi masalah adalah selama dia dalam proses penyehatan laut itu kita tidak keberatan, tapi kalau sudah terkait dengan penambangan memang kewenangannya sampai saat masih ada di Kementerian ESDM dan saat ini masih ada mungkin singgungan Permen 25 Tahun 2018 yang memungkinkan atau pasir laut tetap harus ada di ESDM," terangnya.
Apalagi, pada pasir laut itu terdapat silika yang masuk dalam mineral kritis. Oleh karena itu, persoalan sedimentasi ini masih diperlukan koordinasi lebih lanjut dengan KKP.
"Permen 296 Tahun 2023 yang menerapkan bahwa ada beberapa komoditas yang masuk dalam mineral kritis termasuk di situ adalah silika jadi tata kelola itu akan ditarik ke pusat memerlukan koordinasi lebih lanjut dari KKP dan ESDM," ujarnya.
Sebelumnya, KKP menyatakan aturan terkait pengelolaan hasil sedimentasi laut ditargetkan selesai Maret 2024 mendatang. Pemerintah sendiri telah mengeluarkan aturan terkait ekspor laut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono mengatakan saat ini aturan tersebut masih terus digodok oleh lintas Kementerian/Lembaga terkait, di antaranya KKP, Kementerian ESDM, Kemendag, KLHK. Selain itu, aturan ini juga melibatkan pihak perguruan tinggi hingga pemerintah daerah. Sebab itu, dia bilang masih membutuhkan waktu.
"Ya masih digodok, masih butuh waktu karena melibatkan tim kajian yang terdiri dari unsur KKP, Kementerian ESDM, KLHK, ada Kemendag, lalu ada perguruan tinggi, pemerintah daerah. Kita pastikan bahwa sedimentasi ini tidak mengandung mineral berharga," kata Trenggono dalam acara Konferensi Pers Outlook & Program Prioritas Sektor Kelautan dan Perikanan, Rabu (10/1).
Dia mengatakan jangan sampai nantinya aturan tersebut disalahgunakan sehingga banyak mengambil mineral-mineral pasir yang mempunyai nilai tinggi. Dia menegaskan sedimentasi ini merupakan pembersihan laut yang menutupi atau mengganggu lingkungan dalam laut.
Trenggono bilang hasil sedimentasi yang mempunyai mineral berharga perlu dipisahkan. Sehingga hasil sedimentasi, seperti lumpur dan pasir yang dapat diambil. Hal -hal inilah yang membuat aturan tersebut masih terus digodok.
"Ada lumpur, ada pasir, ada material lain. Ini betul kita pisahkan yang diambil adalah lumpur dan pasir. Sementara yang di luar itu harus ditinggal menjadi aset negara. Itu salah satunya sehingga butuh waktu. Saya kira sih awal Maret paling telat sudah selesai semua," jelasnya.
(acd/kil)