Bos Antam Ungkap Peliknya Masalah di Blok Mandiodo hingga Setop Operasi

Bos Antam Ungkap Peliknya Masalah di Blok Mandiodo hingga Setop Operasi

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 23 Jan 2024 20:53 WIB
Ilustrasi tumpukan nikel yang disita Kejati Sultra
Ilustrasi lahan tambang. Foto: Dok. Istimewa
Jakarta -

Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk Nico Kanter mengungkap peliknya masalah di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Blok ini berhenti operasi sejak kasus yang menyeret eks Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM.

"Masalah di Mandiodo ini sangat-sangat kompleks. Saya ingin memberikan konteks ini adalah agar supaya di dalam saran-sarannya kita bisa betul-betul menindaklanjuti dan tidak akan bermasalah lagi di kemudian hari," ujar Niko di Ombudsman RI Jakarta, Selasa (23/1/2024).

Niko menjelaskan Izin Usaha Pertambangan (IUP) pertama dikeluarkan bupati pada tahun 2010. Namun, izin itu kemudian dicabut karena adanya tumpang tindih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian upaya hukum pun berjalan. Setelah proses panjang berjalan, Mahkamah Agung (MA) memutuskan IUP yang dikeluarkan bupati yang tumpang tindih dengan Antam harus dibatalkan.

Meski demikian, proses tersebut tidak sederhana. Meski telah menang, Antam dipersoalkan mengenai C & C (Clear & Clean).

ADVERTISEMENT

"Proses itu tidak sederhana walaupun itu inkrach itu terus melakukan upaya hukum lain termasuk juga terkait C&C. Jadi dia mengajukan lagi berapa keberatan alhamdulillah dimenangkan juga," terang Nico.

Dia melanjutkan, meski secara hukum Antam menang di 2013, perusahaan tidak bisa operasi di sana karena dikuasai badan usaha milik swasta (BUMS). Perusahaan swasta tetap operasi di sana karena proses C&C baru rampung tahun 2020.

"Dan proses C&C baru selesai 2020. Jadi selama proses ini berjalan mereka juga tidak mau berhenti menghentikan kegiatan penambangan di sana," katanya.

Dengan proses yang panjang, pada tahun 2021, Antam sepakat mengadakan kerja sama operasi (KSO) dengan perusahaan umum daerah (perumda) dan swasta yakni PT Lawu.

"Jadi konsorsium ini yang akhirnya kita serahkan, karena apa, kita melihat bahwa terbukti telah kita melakukan engagement dengan mereka di bulan September kegiatan yang terus berlangsung yang tidak bisa setop, baru pertama kali bisa berhenti. Jadi ada police line," terangnya.

Kegiatan di Mandiodo pun dimulai tahun 2022 di mana diperoleh rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) untuk 40 hektare.

Masalah di Blok Mandiodo hingga setop operasi. Langsung klik halaman berikutnya

Namun, permasalahan belum berhenti. Kemudian muncul kasus hukum yang menyeret eks Dirjen Minerba. GM Antam pun juga ditetapkan menjadi tersangka. Semenjak kasus itu, perusahaan mengambil langkah konservatif.

"Kebetulan dalam statemen di media, Menteri ESDM sempat menyampaikan akan ada moratorium kegiatan yang ada di sana. Memang tidak ada surat tertulis dari Minerba untuk menyetop, dan juga dari kejaksaan tidak pernah menyetop kita melakukan kegiatan. Namun karena ada statement publik itu di media, kita juga berkonsultasi dengan kejaksaan kita mengirimkan surat mencoba untuk mendapatkan klarifikasi," terangnya.

Saat dikonfirmasi, Nico mengatakan, operasi di blok tersebut masih berhenti lantaran perusahaan terlalu takut.

"Ya kita masih berhenti, yang tadi saya sampaikan, mungkin kita terlalu takut, tapi kita memang harus konsultasi kan proses hukum kan sedang berjalan, karena GM kita pun masih status tersangka dan masih dalam proses peradilan sekarang di sana," ujarnya.


Hide Ads