Harga minyak merosot US$ 1 per barel pada Rabu 14 Februari 2024. Kondisi ini disebabkan melonjaknya persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS), dan ancaman keamanan terhadap AS yang berpotensi mengurangi permintaan minyak negara tersebut.
Mengutip Reuters, Kamis (15/2/2024), harga minyak mentah Brent berada pada level US$ 81,60 per barel, turun sebesar US$ 1,17 atau 1,4%. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS berada pada posisi US$ 76,64 per barel, turun US$ 1,23, atau 1,6%.
Badan Informasi Energi (EIA) mengatakan, persediaan minyak mentah AS melonjak 12 juta barel menjadi 439,5 juta barel pada pekan lalu. Angka ini jauh melebihi ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters yang memperkirakan kenaikan 2,6 juta barrel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tingkat pemanfaatan kilang turun empat hingga lima minggu berturut-turut pada akhir musim dingin" kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho.
Ia menambahkan kilang-kilang minyak terus menjaga aktivitasnya tetap lambat. Kondisi ini berlanjut bahkan setelah mereka bangkit dari cuaca beku yang menghambat operasi bulan lalu.
Produksi minyak mentah kilang pada minggu lalu turun sebesar 298.000 barel per hari menjadi 14,5 juta barel per hari. Sementara tingkat pemanfaatan kilang menurun sebesar 1,8 poin persentase menjadi 80,6% dari total kapasitas. Keduanya merupakan level terendah Desember 2022.
Sementara itu, ketua intelijen Kongres AS memperingatkan adanya 'ancaman keamanan nasional yang serius', yang membuat takut para investor minyak. Namun tidak dijelaskan secara rinci ancaman apa yang dimaksud.
"Dengan risiko yang akan terjadi, perang dan/atau peristiwa teror di luar wilayah penghasil minyak akan memberikan dampak buruk bagi harga minyak karena perkiraan penurunan permintaan," ujar John Kilduff, partner di Again Capital yang berbasis di New York.
Di sisi lain laporan bulanan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada hari Selasa mengatakan, permintaan minyak global akan meningkat sebesar 2,25 juta barel per hari pada tahun 2024 dan sebesar 1,85 juta barel per hari pada tahun 2025. Kedua perkiraan tersebut tidak berubah dari bulan lalu.
Dalam berita OPEC lainnya, Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani mengadakan pertemuan dengan Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman, di mana ia menyoroti pentingnya koordinasi antara kedua negara untuk menjaga stabilitas pasar minyak.
Sementara itu Kazakhstan mengatakan pihaknya akan memberikan kompensasi beberapa bulan mendatang atas kelebihan produksi minyaknya pada bulan Januari, memenuhi komitmennya terhadap pengurangan produksi OPEC+.
Faktor geopolitik juga mempengaruhi pasar minyak, termasuk konflik di Timur Tengah dan Rusia-Ukraina serta berkembangnya pandangan bahwa penurunan suku bunga AS akan dimulai lebih lambat dari perkiraan sebelumnya.
Simak Video 'Amerika Serikat Hadapi Badai Salju Hebat, 900 Penerbangan Dibatalkan':