Warga Ngeluh BBM di Pulau Maratua Seret, Ini Respons Pertamina

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Kamis, 29 Feb 2024 15:20 WIB
Pulau Maratua - Foto: detikcom/Shafira Cendra Arini
Jakarta -

Risiko tinggal di salah satu pulau Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) kadang kala tak bisa ditebak. Berjarak sekitar 150 mil dan terbatas lautan dengan pusat pemerintahan Kabupaten Berau, Pulau Maratua kerap dilanda 'kekeringan' bahan bakar minyak (BBM).

Di warung makan miliknya, Linda bercerita tentang bagaimana kehadiran BBM menjadi satu hal yang sangat dinanti-nantikan masyarakat. Di Pulau Maratua, masyarakat kebanyakan hanya mengenal Pertalite dan Pertamax.

"Di Pertamina, itu kadang dia baru saja datang dalam satu minggu itu langsung habis Solar dan Pertalite," kata Linda, ditemui di Pulau Maratua, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, Senin (26/2/2024).

Kondisi ini bahkan kerap membuat anak-anak kesulitan berangkat sekolah, pasalnya kendaraan pribadi milik orang tuanya tidak mendapatkan bensin. Siswa SMP dan SMA lah yang paling merasakannya karena di satu pulau seluas Linda ini hanya ada satu SMP dan SMA.

"Kalau dari Teluk Alulu (kampung di ujung pulau) kadang kan kalau kosong BBM bisa nggak sekolah. Kalau nggak ada di SPBU, nggak ada dapat, makanya di bawa dari Berau (Pulau Kalimantan) seperti itu makanya mahal (harga bensin eceran) gitu. Jadi rebutan, anak-anak bisa nggak sekolah kalau nggak dapat," jelasnya.

Linda sendiri punya dua orang anak, salah satunya kini duduk di bangku SMP. Berutungnya, sekolahnya berjarak cukup dekat dari rumah, berbeda dengan jarak SMA nantinya. "SMA adanya satu, jauh di Payung-Payung sana. Kalau jalan kaki nggak bisa sampai. Harapannya pak presiden nanti kasih murah masyarakatnya, bensin, sembako," ujarnya.

Sementara itu, Prajurit TNI AL yang bertugas di Maratua, Saldi menambahkan, anak-anak bahkan bisa tidak sekolah selama 1 minggu lamanya. Pasalnya, kalau tidak ada bensin, mau tidak mau mobilitas jadi terbatas dengan jalan kali. Sementara lokasi sekolah terbilang jauh.

"Pada mengeluh semua, tentang BBM ini. Kalau tidak ada bensin, jalan kaki. Kadang-kadang anak-anak nggak sekolah sampai seminggu, karena nggak ada BBM, sekolah jauh," kata Saldi.

"Soalnya kan (BBM) buat anak-anak sekolah juga. Sekolah cuma satu, di ujung sana, yang dari sini jauh ke sana. SMP ada satu, SMA ada satu di sini, kalau SD ada empat" sambungnya.

Kondisi itu menyebabkan banyak warga yang akhirnya memutuskan untuk berlayar menggunakan speedboat ke Berau untuk membeli BBM. Adapun perjalanan itu memakan waktu sekitar 2-3 jam. Setelahnya, BBM tersebut dijual kembali dalam bentuk eceran sehingga harganya jadi jauh lebih mahal.

"Sudah mahal, langka lagi. Di sini Pertalite sama Solar. Mahal kalau di SPBU sesuai harga, tapi kalau sudah eceran Rp 15 ribu, Rp 20 ribu. SPBU ada satu, itupun dua hari buka, habis. Daerah Payung-Payung tadi. Baru mengisi lagi 1 bulan," jelasnya.

Kepala Camat Maratua Ariyanto membenarkan kondisi tersebut. Menurutnya, ketersediaan BBM di Maratua kerap kali kurang mencukupi karena kadang kala ada keterlambatan dari penyalurnya. Adapun BBM tersebut biasa disalurkan dari Tarakan, Kalimantan Utara.

"BBM jatah kita 60 ton Pertalite dan Solar. Sebenarnya kalau untuk warga itu sudah mencukupi. Namun karena Pertalite ini subsidi sehingga pihak Pertamina, SPBN, itu sekarang karena terus terang saja seperti kita pemerintahan dan resort itu tidak diperkenankan pakai Pertalite sehingga ada distribusi Pertamax," kata Aroyanto.

"Sebenarnya untuk Pertamax tidak masalah. Tapi Pertalite ini mesti, dalam hal ini pemakaian Pertalite sangat luar biasa dalam hal ini untuk speedboat. Kalau Solar untuk nelayan. Itu pun kalau Solar nelayan sudah ada daftarnya, sudah ada data dari dinas perikanan jadi tidak bisa sembarangan juga," sambungnya.

Ariyanto menjelaskan, Maratua memiliki empat bus yang kerap dioperasikan untuk antar-jemput siswa, satu bus untuk satu kampung. Namun karena kapasitasnya kurang mencukupi, alhasil banyak siswa yang berangkat sekolah mengandalkan kendaraan pribadi. Meski Pertamax ketersediaannya hampir selalu aman, namun masyarakat cenderung memilih Pertalite. Oleh sebab itu, masih banyak siswa yang kesulitan berangkat sekolah karena kondisi ini

"Soal BBM ini harapannya dari pihak Pertamina khususnya SPBN di sini perlu menyelesaikan kebutuhan. Karena kita sudah menyurati juga sebenarnya dan kita sudah memanggil bagian ekonomi yang menangani di Kabupaten Berau. Kita sampaikan, permasalahan itu dan sudah juga diproses," tuturnya.

Pertamina Beri Tanggapan

Menanggapi kondisi ini, Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, suplai BBM jenis Pertalite dan Solar untuk Pulau Maratua telah mengalami peningkatan pada 2023, di mana pada 2022 penyaluran Solar subsidi sebanyak 60 Kiloliter (KL) dan Pertalite 60 KL tiap bulan.

"Sementara di tahun 2023 jumlah tersebut ditambah menjadi 80 KL untuk solar dan 100 KL untuk Pertalite tiap bulan," kata Irto kepada detikcom, Kamis (29/2/2024).

Irto menjelaskan, di wilayah Maratua terdapat satu unit SPBU nelayan (SPBUN). Penyaluran BBM di SPBUN maratua dilakukan sebanyak 2 kali dalam 1 bulan, hanya saja penyaluran sangat tergantung dengan siklus pasang surut air laut full moon dan new moon di mana ketika jadwal air surut maka kapal tidak dapat bersandar. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri untuk proses penyalurannya.

"Saat ini Pertamina Patra Niaga masih berkoordinasi dengan Pemda untuk mengoptimalkan dermaga milik Pemda yang secara posisi dan struktur tidak akan terganggu dengan pasang surut air laut (bisa dilakukan pengiriman kapan saja)," jelasnya.




(shc/kil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork