Eks PM Inggris Siap Bantu RI Kembangkan Carbon Capture Storage

Ilyas Fadilah - detikFinance
Rabu, 24 Apr 2024 14:39 WIB
Tony Blair/Foto: Dok. Kementerian PAN-RB
Jakarta -

Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi mengungkap pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan eks Perdana Menteri Inggris, Tony Blair di Istana Kepresidenan. Pertemuan keduanya terjadi pada pekan lalu.

Menurut Jodi, keduanya berbicara soal pengembangan program penyimpanan karbon atau carbon capture storage (CCS). Tony Blair melalui Tony Blair Institute for Global Change siap membantu Indonesia mengembangkan potensi investasi sektor ini.

"CCS tentunya bisa menjadi salah satu sumber perekonomian baru kita dan juga untuk mendorong dan mendukung dekarbonisasi," katanya saat ditemui di kantornya di Jakarta Pusat, Rabu (24/4/2024).

Selain itu, Tony Blair juga menyatakan siap membantu Indonesia bekerja sama dengan negara-negara lain terkait dengan CCS. Ia turut menyinggung proyek CCS yang digarap Pertamina bersama ExxonMobil di wilayah cekungan Sunda Asri yang dapat mencapai tahap Final Investment Decision (FID) satu dua tahun ke depan.

"Pak Tony Blair juga tentunya menyampaikan juga harapan supaya bisa terus ikut membantu Indonesia dan melakukan kerja sama dengan negara-negara lain, terutama kerjasama cross border. Sekarang kan progres implementasinya on track dan appraisal drilling akan dilakukan tahun ini, oleh Pertamina dan insyaallah FID di Sunda Asri ini sudah bisa dilakukan satu dua tahun ke depan," bebernya.

Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menjelaskan pertemuan Jokowi dan Tony Blair banyak membahas soal pengembangan program penyimpanan karbon atau carbon capture storage (CCS). Pembahasan utamanya adalah bagaimana agar pengembangan penyimpangan karbon bisa memberikan sumber pendapatan baru bagi negara.

Apalagi pemerintah, kata Bahlil, sudah menyepakati agar ruang penyimpanan karbon di Indonesia dibagi jadi dua. Rinciannya, 70% untuk penyimpanan karbon dalam negeri dan 30% sisanya untuk penyimpanan karbon dari luar negeri.

"Tadi kita juga berbicara tadi tentang bagaimana carbon storage yang diputuskan 70-30, 70 dalam negeri sisanya luar negeri. Ini diformulasikan agar supaya menjadi sumber pendapatan negara baru, dan kita bisa kelola untuk berikan insentif bagi industri yang masuk ke Indonesia," ungkap Bahlil.




(ily/ara)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork