Strategi ESDM Jaga Pasokan BBM RI di Tengah Konflik Timur Tengah

Strategi ESDM Jaga Pasokan BBM RI di Tengah Konflik Timur Tengah

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 30 Apr 2024 13:36 WIB
Pekerja Pertamina EP Donggi Matindok Field memeriksa fasilitas produksi Central Processing Plant (CPP) Donggi di Banggai, Sulawesi Tengah, Minggu (21/1/2024). Guna menjaga keberlanjutan melalui kinerja Environmental, Social, Governance (ESG), Pertamina EP Donggi Matindok Field melakukan inovasi Peningkatan Kinerja Energi Berbasis Demand Response yang mampu mengurangi emisi gas terbuang ke lingkungan sebesar 33.810 ton C02 eq per tahun dan upaya tersebut mendapatkan Gold Award ajang penghargaan International Convention on Quality Control Circles (ICQCC) 2023 di Beijing, China. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.
Ilustrasi/Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Jakarta - Kementerian ESDM menyoroti konflik Timur Tengah yang berkepanjangan hingga berimbas pada ketahanan energi global. Adanya volatilitas (volatility), ketidakpastian (uncertainty), komplesitas (complexity) dan ambiguitas (ambiguity) ekonomi turut memengaruhi perkembangan penawaran (supply), permintaan (demand) dan harga minyak mentah global.

"Dilihat situasi belakangan ini, adanya konflik middle east mengganggu (pergerakan) harga. Apalagi demand global juga mengalami kelemahan. Ini harus yang kita memecahkan solusi terhadap VUCA," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi dalam keterangan tertulis, Selasa (30/4/2024).

Pengelolaan energi di Indonesia yang masih memberikan porsi energi fosil lebih besar mengakibatkan pemerintah harus bekerja keras mengatur mekanisme pemanfaatan dan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Saat ini kami menjaga agar pasokan BBM ada. Kita akui masih terpapar suplai minyak mentah kita banyak bergantung pada impor," tuturnya.

Sejalan dengan target Emisi Nol Bersih atau Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat, pemerintah masih menempatkan energi fosil sebagai transisi untuk pemenuhan kebutuhan energi primer sebelum sepenuhnya beralih ke energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan.

"Di masa transisi ini kita memang masih membutuhkan. Alhamdulillah kita masih memiliki reserve (cadangan) dan produksi yang cukup," jelas Agus.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, saat ini produksi minyak bumi Indonesia adalah 605.723 Barrel Oil Per Day (BOPD) dan gas bumi sebesar 6.630 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD). Sementara jumlah cadangan minyak bumi sebesar 2.413,2 MMBO dan cadangan gas bumi adalah 35,30 TCF.

Untuk reserve to production ratio minyak bumi adalah 10,92% dan serve to production ratio gas bumi adalah 14,59%.

"Ini tantangan buat korporasi untuk melakukan eksplorasi dan PT Pertamina sendiri udah mengelola sebagian besar blok-blok strategis migas untuk berkolaborasi dengan global oil company," ungkap Agus.

Masa Depan EBT

Pemerintah terus mengoptimalkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai modal ketahanan energi di masa mendatang. Salah satu fokus yang diambil adalah mengonversi sumber EBT menjadi dasar energi elektrifikasi.

"Ini memudahkan kita untuk mengatur energi primer. Kita tahu mengangkut, menyambung, mengirim listrik lebih mudah dibandingkan energi lainnya. Ini modal besar," ungkap Agus.

Selain elektrifikasi melalui penggunaan kompor induksi hingga kendaraan listrik, moratorium pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan pensiun dini juga dianggap penting untuk mempercepat transisi energi menuju NZE. Adapula implementasi teknologi ekuifier energi fosil seperti Carbon Capture Storage (CCS), hidrogen dan amonia sampai penerapan efisiensi energi.

Selain tantangan supply dan demand, pemerintah akan memberikan perhatian penuh pengembangan EBT terkait keekonomian dan teknologi, infrastruktur, pendanaan, dinamika sosial dan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

"Khusus TKDN bisa menjadi driver ekonomi, diassembling di sini dan bisa memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar," jelas Agus.

Melihat kondisi tersebut, pemerintah mendorong kepada seluruh pihak untuk berkolaborasi mencari solusi demi menjaga ketahanan energi di Indonesia. "Kolaborasi antarkompani, badan usaha, dan pemerintah penting. Ini harus kita cari sinergitas mana yang harus membantu," tutup Agus. (aid/rrd)


Hide Ads