Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati bicara tentang tantangan dalam transisi menuju Net Zero Emission 2060. Dalam hal ini, Indonesia juga punya banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan.
Nicke mengatakan, Pertamina tidak hanya bertugas dalam menjaga profitabilitasnya, tetapi juga menjalankan mandat sebagai penyedia dan penyalur bahan bakar minyak (BBM) bagi masyarakat, khususnya Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) bersubsidi seperti Pertalite.
"Jika kita melihat indeks Indonesia Energy Trilemma Index, skor terburuknya, ada aksesibilitas energi dan keterjangkauan energi. Kita semua tertinggal jauh dari rata-rata global," kata Nicke dalam acara IPA Convex 2024 di ICE BSD, Tangerang, Selasa (14/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melihat kondisi ini, Nicke menekankan bahwa dalam 5-10 tahun ke depan Pertamina akan fokus kepada dua hal, antara lain infrastruktur dan aksesibilitas, khususnya dalam hal pengembangan energi bersih.
"Dan soal keterjangkauan, kita juga harus menerapkan teknologi canggih semampu kita. Kita juga perlu meningkatkan produktivitas, misalnya kita harus melipatgandakan produksi kita di hulu," ujarnya.
Nicke menilai, Indonesia masih memiliki potensi besar di hulu migas. Namun ia tidak menampik bahwa untuk pengembangannya dibutuhkan investasi yang tidaklah sedikit. Oleh karena itu, pihaknya akan mencoba menyiasatinya dengan peningkatan alokasi capital expenditure (capex) atau modal untuk penambahan aset.
"Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menggandakan kapasitas dengan alokasi capex sekitar 62% untuk mencapai swasembada minyak mentah Indonesia, dan prioritas kami adalah mendukung ketahanan energi Indonesia," tutur dia.
Selain itu, prioritas Pertamina juga tidak luput dari target pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 7% per tahun. Nicke menambahkan, upaya-upaya ini juga dilakukan demi menjamin ketahanan energi RI seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun.
"Jadi kita harus menyediakannya dengan cara yang terjangkau, dapat diakses, dan berkelanjutan, inilah strategi kami. Kami juga mengalokasikan 15% untuk bisnis rendah karbon. Karena sebagai perusahaan, kami juga harus mendukung target pemerintah untuk mencapai nol emisi karbon pada tahun 2060. Jadi kami punya alokasi yang besar untuk CCS dan bioenergi," pungkasnya.
(shc/ara)