Terungkap! Ada Potensi Korupsi Subsidi Solar

Terungkap! Ada Potensi Korupsi Subsidi Solar

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 21 Jun 2024 08:00 WIB
Implementasi skema full registran untuk pembelian BBM Solar subsidi melalui MyPertamina diperluas. Hari ini berlaku Jakarta, Kota dan Kabupaten Bogor, serta Depok.
Ilustrasi/Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya potensi korupsi dalam penyaluran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). BBM yang dimaksud adalah Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) minyak Solar.

Dikutip dari akun Instagram resmi KPK @official.kpk, Kamis (20/6/2024), KPK telah melakukan kajian Risiko Korupsi Pengelolaan JBT Minyak Solar. Dari kajian tersebut, ditemukan sejumlah permasalahan.

"KPK menemukan adanya permasalahan pada data digitalisasi nozzle (pipa semprot) yang berdampak pada tingginya angka koreksi penyaluran dan angka penyimpangan penyaluran," tulis KPK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

KPK menyebut, dalam tiga tahun terakhir dana APBN yang dianggarkan untuk mensubsidi JBT mengalami peningkatan yang signifikan, termasuk untuk minyak solar. Pada 2022, besarannya mencapai Rp 15,22 triliun, lalu naik pada 2023 menjadi Rp 23,3 triliun, dan naik kembali pada 2024 di Rp 25,7 triliun.

"Dari hasil kajian tersebut didapatkan, kajian menunjukkan bahwa terdapat kendala pada tahap pengawasan dan verifikasi penyaluran. Dari 6.554 SPBU, baru 2.346 data digitalisasi nozzle (pipa semprot) yang dapat digunakan untuk verifikasi," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Menurut KPK, hal ini berpotensi mengakibatkan kerugian keuangan negara akibat pemborosan pembayaran subsidi dan kompensasi JBT Solar. pada 2022 saja, peningkatan volume koreksi JBT sebesar 20.086.062 kilo liter (KL) atau setara Rp 200 miliar.

Selain itu, KPK juga menemukan berbagai permasalahan dalam proses perencanaan, penyediaan, penyaluran, pengawasan, hingga masalah dalam penerimaan daerah.

Atas kondisi ini, KPK menyampaikan sejumlah rekomendasi sebagai upaya rangka perbaikan penyaluran subsidi JBT Solar. Pertama, lembaga dan kementerian terkait agar berkoordinasi untuk melakukan revisi titik serah penyaluran JBT Solar dari Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) ke nozzle pompa SPBU.

Kedua, lembaga dan kementerian terkait agar berkoordinasi dan menghimpun basis data profil konsumen pengguna, seperti integrasi data dengan Samsat untuk transportasi darat Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk data kapal nelayan di bawah 30 GT, dan Kementerian Koperasi dan UKM untuk data usaha mikro.

Lalu yang ketiga, pengembangan sistem material balance minyak Solar terintegrasi sebagai dasar pengambilan kebijakan penyediaan minyak solar untuk menjamin pasokan kebutuhan masyarakat.

Kemudian yang terakhir, mengimbau agar pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) turunan Undang-Undang (UU) tentang Minyak dan Gas Bumi mengenai pengenaan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan kegiatan hilir migas.

Sebagai tambahan informasi, sebelumnya Menteri ESDM Arifin Tasrif mengusulkan kuota bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar subsidi dalam rancangan APBN (RAPBN) Tahun Anggaran 2025 sebesar 18,33-19,44 juta kiloliter (KL). Angka ini naik dari yang telah ditetapkan pada 2024 sebesar 17,8 juta KL.

"Kami usulkan volume BBM subsidi RAPBN 2025 sebesar 18,84-19,99 juta kiloliter, terdiri dari minyak tanah dan minyak solar," ungkap Arifin dalam rapat yang dilakukan di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2024).

Arifin menjelaskan arah kebijakan subsidi BBM adalah pemberian subsidi tetap untuk minyak solar dan selisih harga untuk minyak tanah. Pemerintah juga akan melanjutkan peta jalan registrasi konsumen pengguna BBM subsidi.

Dia mengatakan, ada kenaikan volume dibandingkan dengan outlook 2024 sebesar 18,39 juta KL disebabkan oleh perhitungan regresi non linear untuk konsumsi BBM terhadap perkiraan PDB 2025.

"Serta metode eskalasi laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan data penyaluran BBM dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,2%," papar Arifin.

(shc/ara)

Hide Ads