Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan pengembangan panas bumi atau geothermal di Indonesia belum maksimal karena sejumlah hal. Padahal Indonesia merupakan negara produsen listrik panas bumi terbesar ke-2 di dunia setelah Amerika Serikat (AS).
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengatakan saat ini energi panas bumi yang terpakai di Indonesia baru 10% dari potensi sebesar 24 gigawatt (GW). Salah satu yang sering dihadapi dalam pengembangannya adalah masalah sosial.
"Potensi panas bumi itu kan kita punya ring of fire, kita punya potensi 24 GW, tetapi hanya terpasang kurang dari 10%. Problem-nya selalu masalah waktu, masalah sosial," kata Eniya dalam acara Green Economy Expo 2024 di Jakarta Convention Center, Kamis (4/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eniya menyebut pengembangan panas bumi banyak ditentang masyarakat di beberapa lokasi. Penduduk setempat hanyamenganggap kegiatan pengeboran (drilling) hanya merusak lingkungan.
"Jadi surprisingly memang panas bumi ini banyak ditentang di beberapa lokasi. Kadang-kadang penduduk lokal tidak paham bahwa drilling ini akan membawa listrik, tapi yang dilihat adalah kerusakan lingkungannya," tuturnya.
Oleh karena itu, Eniya mengajak kolaborasi kepada pihak yang mengerti agar menjelaskan ke masyarakat bahwa upaya pengeboran untuk geothermal adalah upaya untuk mempercepat pasokan listrik.
Selain itu, Kementerian ESDM juga sedang melakukan berbagai upaya untuk memacu percepatan pemanfaatan geothermal. Salah satunya dengan melakukan government drilling.
"Saat ini yang baru dilakukan oleh Kementerian ESDM adalah government drilling. Jadi kita meminta industri tidak perlu menanggung risiko yang demikian besar, tetapi posisi investasi drilling ini dilakukan oleh government," jelas Eniya.
"Setelah keluar steam nanti baru ditawarkan ke bapak/ibu untuk ke industri mengakselerasinya, collecting lalu diubah ke listrik untuk utilisasi," tambahnya.
(aid/fdl)