Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta ikut menyoroti kebenaran kerugian negara akibat tata kelola timah senilai Rp 300 triliun. Pasalnya, angka kerugian tersebut belum pernah dibuktikan di pengadilan.
Terkait hal tersebut, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perkumpulan Putra-Putri Tempatan Bangka Belitung (PERPAT) resmi mengajukan permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP). Dalam surat bernomor 001/RDP/DPP-PERPAT.BABEL/I/2025, PERPAT menyoroti kerugian negara akibat kerusakan lingkungan dan meminta evaluasi ulang terhadap perhitungan kerugian yang digunakan dalam proses hukum.
Dalam surat permohonannya ke DPR, PERPAT mengungkapkan keprihatinan atas penggunaan perhitungan ahli lingkungan yang dinilai tidak relevan dalam konteks kerugian keuangan negara.
Dalam kasus ini, Bambang Hero Saharjo, ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), menyebutkan kerugian negara sebesar Rp271.069.740.060 akibat kerusakan lingkungan yang mencakup 170.363 hektar. Namun, PERPAT menilai bahwa Bambang tidak memiliki kompetensi untuk menghitung kerugian keuangan negara.
"Bambang Hero Saharjo adalah ahli lingkungan, bukan ahli keuangan negara. Kerugian negara seharusnya dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau ahli yang relevan," tulis PERPAT dalam suratnya dikutip, Selasa (7/1/2025).
Menurut PERPAT, perhitungan yang dilakukan Kejaksaan Agung bersama Bambang Hero Saharjo menunjukkan deviasi besar. Berdasarkan data produksi timah selama 2015-2022, luas tambang yang diperlukan seharusnya hanya 9.720 hektar, bukan 170.363 hektar seperti yang diklaim sebelumnya.
"Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian yang signifikan dalam data yang diajukan. Perhitungan ini perlu diverifikasi ulang oleh para ahli tambang, geologi, dan pihak terkait lainnya," tegas PERPAT.
"RDP ini diharapkan menjadi langkah penting untuk mengungkap fakta sebenarnya dan menciptakan keadilan bersama sesuai dengan amanat undang-undang," tulis PERPAT.
Simak Video: Vonis: Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dkk Rugikan Negara Rp 300 T
(rrd/rrd)