Dihubungi terpisah, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, sanksi AS dan negara Barat dilatarbelakangi oleh perang Rusia-Ukraina. Ia menilai, pemerintah perlu melihat kembali larangan-larangan tersebut.
Meski begitu, Fahmy mengatakan Indonesia tidak masuk dalam negara-negara yang dilarang untuk mengimpor minyak mentah dari Rusia. Namun, langkah impor ke Rusia akan mengganggu hubungan diplomasi Indonesia dengan negara Barat, khususnya AS.
"Barangkali akan mengganggu secara diplomatis," kata Fahmy kepada detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahmy juga mengatakan, AS bisa saja melayangkan sanksi kepada Indonesia dalam bentuk pembatasan ekspor. Karenanya, ia meminta pemerintah untuk memastikan larangan AS untuk membeli minyak dari Rusia.
"Kalau misalnya masih berlaku, barangkali kalau membeli minyak tadi, itu akan mengganggu hubungan diplomatis terhadap Amerika dan Indonesia. Dan barangkali yang akan dilakukan Amerika kalau misalnya itu melanggar larangan tadi, itu larangan ekspor itu akan terjadi," tutupnya.
Diketahui sebelumnya, Indonesia resmi bergabung masuk blok ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan South Africa). Sejalan dengan itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membuka peluang Indonesia mengimpor minyak dari Rusia.
Bahlil mengatakan Indonesia merupakan negara yang menganut azas politik bebas aktif. Hal ini berarti Indonesia bisa menjalin kerja sama dengan negara mana saja selama tidak melanggar aturan.
"Ketika kita bangun dengan BRICS, dan kemudian ada peluang untuk kita mendapatkan minyak dari Rusia, selama itu sesuai aturan, dan tidak ada persoalan kenapa tidak," kata Bahlil saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (10/1).
(acd/acd)