CT Ungkap Rahasia Agar Hilirisasi Tambang Kerek Ekonomi RI

Andi Hidayat - detikFinance
Selasa, 04 Feb 2025 17:38 WIB
Chairul Tanjung (tengah)/Foto: Hanif Hawari/detikcom
Jakarta -

Founder & Chairman CT Corp, Chairul Tanjung, mendukung langkah pemerintah dalam mendorong hilirisasi tambang. Akan tetapi, ia menekankan hilirisasi harus dimaksimalkan untuk mengoptimalkan nilai tambah.

"Kita mendukung yang namanya hilirisasi cuma, ada cumanya ya, hilirisasi tidak sebatas hilirisasi karena kalau hilirisasi sebatas hilirisasi yang menikmati adalah negara lain," kata pria yang akrab disapa CT dalam acara Sarasehan Ulama di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Selasa (04/2/2025).

Menurutnya, hilirisasi yang dilakukan seadanya hanya memberikan keuntungan bagi negara importir. Nikel misalnya, CT menilai, komoditas tersebut memiliki 300.000 produk turunan melalui hilirisasi.

"Nikel ini bisa menghasilkan 300.000 produk, dari yang paling canggih namanya baterai listrik ya, baterai untuk mobil listrik, sampai yang paling simpel, sendok garpu, ya penggorengan, dan sebagainya, panci. Itu, materialnya nikel," jelasnya.

Ironinya, CT menilai Indonesia masih sering mengekspor nikel ke China yang kemudian nilai tambahnya dikelola di luar negeri. Setelah nilai tambah dari produk hilirisasi tersebut jadi, produk hilirisasi China justru membanjiri pasar domestik.

"300.000 inilah yang menjadi pabrik dari China yang kita mengimpor barangnya lagi dari China nah, kalau ini kita memastikan bahwa industrialisasinya di Indonesia maka kita tidak akan menjadi importir, tetapi menjadi eksportir ya, nah ini kenyataan yang ada," tutupnya.

Dalam kesempatan yang sama, Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI), Burhanuddin Abdullah mengungkap tantangan ekonomi di tengah masifnya dunia modern. Dalam hal ini, ia mengatakan Indonesia tengah mengalami gejala deindustrialisasi.

Padahal, kata Burhanuddin, peran industri dalam negeri sempat menyentuh level 29% di era kepemimpinan Presiden ke-2 Soeharto pada 1996. Bahkan, ia mengatakan Indonesia mampu menjadi negara industri menurut United Nations Industrial Development Organization (UNIDO).

"20% sampai 29% itu industrializing country, dan kita sudah di ujungnya itu, tetapi sekarang kita mendapati diri kita tinggal 18%," kata Burhanuddin.

Burhanuddin mengatakan, kondisi industri Indonesia mengulang sejarah kelam 1971 di era kepemimpinan Soeharto. Saat itu, ia menyebut Indonesia menjadi negara importir dengan kondisi industri yang terpuruk.




(ara/ara)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork