Kewajiban BBM Campur Bioetanol 5% Ditargetkan Berlaku Tahun Depan

Kewajiban BBM Campur Bioetanol 5% Ditargetkan Berlaku Tahun Depan

Ilyas Fadilah - detikFinance
Jumat, 16 Mei 2025 14:26 WIB
Kilang Pertamina Internasional (KPI) sebagai Subholding Refining & Petrochemical mendukung program Pemerintah terkait penerapan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan campuran bahan bakar nabati biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen atau B40 mulai 1 Januari 2025.
Ilustrasi/Foto: Rista Rama Dhany
Jakarta -

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan kewajiban penerapan BBM campur bioetanol 5% atau E5 berlaku tahun 2026. Produk E5 sebenarnya sudah beredar dalam bentuk Pertamax Green namun belum bersifat kewajiban.

Nantinya Kementerian ESDM bakal mengeluarkan Keputusan Menteri (Kepmen) soal kebijakan penerapan E5. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan, mandatori tersebut akan dimulai bertahap di Pulau Jawa terlebih dahulu.

"Iya (mandatory E5) paling 2026, orang 2025 sudah setengah jalan segini," katanya saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Eniya, penerapan E5 yang dilakukan secara bertahap disebabkan karena pasokan bioetanol yang masih terbatas. Tercatat jumlah produksi yang dihasilkan baru menyentuh 60 ribu kiloliter, sementara kebutuhan untuk menjalankan mandatori tersebut mencapai 1,2 juta kiloliter.

Secara rinci ada 13 perusahaan penghasil etanol dari molase tebu di Indonesia namun hanya 3 saja yang bisa memproduksi etanol untuk mencapai level fuel grade atau bahan bakar. "Nah tadi terhimpun 60.000 KL itu kalau bisa dilakukan mandatori, paling regional karena masih sangat sedikit," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Ia menambahkan, untuk menjalankan mandatori tersebut pemerintah juga menargetkan menambah feedstock menjadi 400 ribu kiloliter. Jumlah tersebut diharapkan bisa diperoleh dari industri yang saat ini ada.

Eniya menambahkan, pengembangan bioetanol juga menghadapi tantangan dari pengenaan cukai etanol yang sebesar Rp 20 ribu per liter. Hal ini menyebabkan harganya menjadi lebih mahal.

Lalu jika ke depannya E5 dikategorikan sebagai BBM non public service obligation (non-PSO) atau non subsidi, Eniya menyebut hal itu lebih mudah dijalankan. Hal itu tidak akan membebani subsidi karena harga jual dilepas ke konsumen.

"Dan di situ masih ada PR tadi yang masalah cukai sama yang lainnya untuk menurunkan biayanya. Nah kalau kita masuk ke non-PSO dulu saya rasa itu lebih mudah, karena biayanya itu dilepas ke konsumen seperti yang biodiesel non-PSO sekarang, sehingga tidak mempengaruhi subsidi," tutupnya.

Simak juga Video Prabowo: Negara Kita Sesungguhnya Tak Perlu impor BBM Sama Sekali

(acd/acd)

Hide Ads