Kepastian hukum menjadi persoalan penting dalam mendorong perkembangan sektor pertambangan. Terlebih investasi tambang bersifat jangka panjang dan harus diperhitungkan dengan matang.
Selain itu beberapa perusahaan seperti PT Freeport Indonesia juga mulai mengoperasikan tambang bawah tanah dengan ongkos investasi dan risiko yang besar.
Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menilai salah satu hal yang dibutuhkan dalam investasi jenis ini adalah dukungan untuk kepastian keberlanjutan usaha. Ia berharap pemerintah memberikan relaksasi terhadap proses perpanjangan izin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau case Freeport memang butuh kepastian untuk keberlanjutan usaha. Jadi memang persetujuan itu harusnya pemerintah bisa merelaksasi aturan, jadi mereka bisa mengajukan perpanjangan lebih awal dan diberikan persetujuan lebih awal gitu," katanya dalam detikcom Indonesia Investment Talk Series di Jakarta, dikutip Kamis (22/5/2025).
"Memang aturannya yang saat ini masih mengatur perpanjangan bisa dilakukan 5 tahun sebelum berakhirnya izin. Nah ini sebaiknya diperlunak, jadi persetujuan bisa diajukan jauh sebelum itu lah, lebih dari 5 tahun lah, 10-15 tahun," sambung Hendra.
Selain itu, persetujuan perizinan juga perlu dilakukan lebih cepat. Hal ini mempertimbangkan usaha tambang yang membutuhkan persiapan cukup panjang.
"Karena kan investasi tambang kan jangka panjang ya, jadi memang perlu aturan yang bisa mengakomodir karakteristik itu. Investasi tambang rata-rata panjang," tuturnya.
Pada kesempatan itu Hendra juga menyinggung aturan divestasi saham bagi perusahaan asing yang sudah beroperasi di Indonesia. Menurutnya aturan tersebut berpotensi menghambat masuknya investor di sektor tambang.
Padahal Indonesia perlu menggencarkan eksplorasi yang saat ini masih minim. Di sisi lain, permintaan pasar untuk mineral kritis cukup tinggi sehingga ada potensi yang belum dioptimalkan.
"Nah, itu yang menghambat minat investor untuk masuk ke eksplorasi. Jadi salah satu aturan yang membuat tidak menarik adalah ada aturan divestasi itu," terang Hendra.
Ia berharap aturan divestasi dapat ditinjau kembali mengingat belum optimalnya eksplorasi mineral saat ini. Eksplorasi dibutuhkan untuk mendukung hilirisasi dan transisi energi yang sangat tergantung dengan kepastian pasokan jangka panjang.
Hendra berpendapat Indonesia tetap bisa mengambil keuntungan tanpa mensyaratkan divestasi, salah satunya lewat pajak dan penciptaan lapangan kerja. Hal ini perlu dipertimbangkan mengingat investasi di sektor tambang masih cukup besar.
"Padahal harusnya dipertimbangkan bahwa tanpa divestasi sebenarnya nilai tambah yang diberikan, kontribusi yang diberikan oleh investor itu cukup banyak kan, lewat pajak dan lain-lain, pencipta lapangan kerja dan lain-lain. Itu yang perlu dipertimbangkan," tutupnya.
(ily/hns)