Permintaan Tembaga Tetap Ada, Tambang Bawah Tanah Jadi Ladang Cuan

Investment Talk Series

Permintaan Tembaga Tetap Ada, Tambang Bawah Tanah Jadi Ladang Cuan

Ilyas Fadilah - detikFinance
Kamis, 22 Mei 2025 19:13 WIB
Tambang bawah tanah Deep Mill Level Zone (DMLZ) milik PT Freeport Indonesia di Mimika, Papua, berada di kedalaman 1,7 Km. Yuk lihat.
Tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia di Papua.Foto: Hans Henricus BS Aron
Jakarta -

Tambang bawah tanah telah dijalankan PT Freeport Indonesia. Freeport sudah meninggalkan operasional tambang terbukanya di Grasberg sejak 2020.

Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menilai peralihan ke tambang bawah tanah tak lepas dari menipisnya cadangan mineral di permukaan.

Meski operasional tambang bawah tanah relatif mahal, namun ongkos tersebut dapat tertutupi oleh ketersediaan cadangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi tergantung sih, kalau di bawah tanah ya tentu risiko lebih besar, tapi hitungan-hitungan bisnisnya juga tentu ada ini ya. Yang Freeport kan memang risikonya besar, tapi kan permintaan akan tembaga kan terus menguat ke depan. Jadi ya ini peluang sih, meskipun memang mahal, tapi ya mereka sudah punya hitung-hitungan bisnis," terang Hendra dalam acara detikcom Investment Talk Series, dikutip Kamis (22/5/2025).

Namun ada sejumlah tantangan dalam operasional tambang bawah tanah, seperti besarnya biaya investasi dan risikonya yang cukup besar. Tambang bawah tanah merupakan tambang paling sulit di dunia sehingga membutuhkan hitung-hitungan yang tepat.

ADVERTISEMENT

Persiapan pembukaan tambang bawah tanah saja bisa memakan waktu hingga 15 tahun. Ia mencontohkan tambang bawah tanah Kucing Liar yang rencananya akan berproduksi tahun 2027.

Tambang Kucing Liar akan menggantikan tambang Deep Mill Level Zone (DMLZ) yang bakal berkurang produktivitasnya. Tambang baru tersebut diharapkan bisa menjaga stabilitas produksi Freeport yang sekitar 240 ribu ton bijih per hari.

"Nah sehingga cadangan Kucing Liar itu juga kurang lebih butuh 15 tahun untuk dipersiapkan. Jadi mereka harus bersiap jauh-jauh hari memang, karena untuk memuat konstruksinya, di dalamnya, karena kan tambang bawah tanah sangat sulit ya," jelas Hendra.

Saat dimintai pendapat soal tren tambang bawah tanah ke depannya, Hendra menyebut hal ini sangat tergantung dengan jumlah cadangan mineral yang dimiliki. Untuk batu bara misalnya, ia menilai cadangan di permukaan untuk wilayah Indonesia masih banyak.

"Jadi memang kita diberkahi sih, karena memang kebanyakan di permukaan, jadi lebih murah biaya menambangnya gitu. Tapi kan sudah ada tambang bawah tanah juga, di Kalimantan Selatan kan sudah ada yang beroperasi tuh, investor China," tuturnya.

(ily/hns)

Hide Ads