Pernyataan Presiden Prabowo saat bertemu dengan Presiden Brasil, Luiz Inácio Lula da Silva pada 9 Juli 2025 lalu membuat banyak pihak terkejut sekaligus optimis. Prabowo menyatakan bahwa Indonesia siap mencapai penggunaan 100% energi terbarukan dalam 10 tahun ke depan. Apakah ambisi ini dapat terwujud? Mari kita lihat realita yang ada saat ini.
PT PLN (Persero) baru saja mengeluarkan dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 yang merupakan 'kitab suci' perencanaan sistem ketenagalistrikan Indonesia. Meski menargetkan tambahan 42,6 GW energi terbarukan hingga 2034, mayoritas pembangunan justru dijadwalkan di lima tahun kedua (2029-2034), saat kemungkinan masa jabatan Presiden Prabowo sudah berakhir.
Hal ini tentu membingungkan, apakah target ini akan dilanjutkan oleh Presiden selanjutnya?
Ada tiga poin penting yang perlu diperhatikan Indonesia untuk mencapai target 100% energi terbarukan dalam 10 tahun ke depan. Pertama, memastikan pembaharuan RUPTL pada edisi selanjutnya mengakomodir target baru ini.
Sejak 2015 hingga 2019, dokumen RUPTL selalu dikeluarkan setiap tahun, namun pola ini berubah saat pandemi COVID-19 melanda. Dua dokumen terakhir, yakni RUPTL 2021-2030 dan RUPTL 2025-2034, diterbitkan dengan jeda waktu empat tahun.
RUPTL menjadi krusial untuk diperbaharui tiap tahun karena semua perencanaan ketenagalistrikan Indonesia mengacu pada dokumen ini. Dengan asumsi bahwa PLN akan memperbaharui RUPTL tahun depan, penambahan 30,4 GW energi terbarukan harus direvisi menjadi lebih besar lagi agar target 100% pada 2035 bisa dicapai, dan pembangunannya harus dimulai sekarang juga.
Peningkatan bauran energi terbarukan juga harus tercermin di dalam dua dokumen resmi lainnya, yaitu Rencana Usaha Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dan Peraturan Pemerintah (PP) 79/2014 terkait Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang sekarang sedang berada di tahap revisi.
Target yang lebih tinggi ini mengingat laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menunjukkan porsi energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2024 baru mencapai 14,68%. Artinya, Indonesia harus mengejar sekitar 85% bauran energi terbarukan dalam 10 tahun ke depan.
Apalagi, Indonesia memiliki modal yang cukup besar untuk merealisasikannya, yakni potensi energi terbarukan hingga 3.716 GW mengacu Ringkasan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Namun, modal potensi yang melimpah saja tidak cukup untuk merealisasikan target ambisius Presiden Prabowo.
Kedua, pemerintah harus mengkaji ulang kebijakan yang sudah untuk mengakselerasi transisi energi, mengingat beberapa kebijakan justru menjadi batu sandungan. Contohnya, target bauran energi terbarukan yang berbeda-beda pada dokumen resmi negara.
Lanjut ke halaman berikutnya
(ang/ang)