Kemenperin Sebut Pembatasan Pasokan Gas Murah Janggal

Ilyas Fadilah - detikFinance
Selasa, 19 Agu 2025 15:36 WIB
Halaman ke 1 dari 2
Gedung Kemenperin/Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bergerak cepat menanggapi keresahan para pelaku industri penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang terdampak karena pembatasan pasokan dari produsen gas.

Kemenperin membentuk Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT sebagai sarana untuk menerima laporan, keluhan, maupun masukan dari para pelaku industri terkait kondisi gangguan pasokan gas yang mereka terima.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief menjelaskan, langkah ini diambil setelah tersebarnya surat produsen gas pada industri penerima HGBT bahwa akan diberlakukan pembatasan pasokan sampai 48%.

"Menurut kami, hal ini janggal karena pasokan gas untuk harga normal, harga di atas US$ 15 per MMBTU stabil, tapi mengapa pasokan untuk HGBT yang berharga US$ 6,5 per MMBTU dibatasi? Itu artinya tidak ada masalah dalam produksi dan pasokan gas dari industri hulu gas nasional," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (19/8/2025).

Lebih lanjut, Febri mengungkapkan, sebaiknya produsen gas tidak membangun narasi pembatasan pasokan karena ingin menaikkan harga gas untuk industri di atas US$ 15 per MMBTU.

"Tidak ada isu atau masalah teknis produksi dan pasokan gas dari industri hulu gas. Kami tidak ingin kejadian yang terulang kembali pada industri dalam negeri, dengan kebijakan relaksasi impor yang mengakibatkan turunnya utilisasi produksi, penutupan industri dan pengurangan tenaga kerja pada industri TPT dan alas kaki," paparnya.

Pembentukan Pusat Krisis ini menyusul semakin banyaknya laporan dari pelaku industri dalam negeri mengenai adanya pembatasan pasokan, penurunan tekanan gas yang diterima, serta tingginya harga gas yang dibebankan.

Selain itu, tersendatnya pasokan HGBT serta harga yang dibayar industri di atas harga yang ditetapkan Perpres Nomor 121 Tahun 2020, juga menjadi dasar pembentukan Pusat Krisis ini.

Dengan adanya media pengaduan ini diyakini bisa memberikan rasa aman dan terlindungi pada investasi manufaktur di dalam negeri. Adapun tujuh subsektor penerima manfaat HGBT, yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.

"Kami mendengar langsung jeritan pelaku industri. Dalam situasi seperti ini, Kemenperin tidak boleh tinggal diam. Kami harus melindungi investor yang sudah membangun fasilitas produksi dan 130 ribu pekerja yang bekerja pada industri tersebut," ujar Febri.

"Oleh sebab itu, Pusat Krisis ini dibentuk untuk menampung keluhan, memverifikasi kondisi di lapangan, menjadi jalur komunikasi dan konsultasi cepat antara industri dengan pemerintah, serta instrumen resmi pemerintah untuk mengawal keberlanjutan industri pengguna gas," tambah dia.




(ily/ara)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork