Pemerintah bersama PT PLN (Persero) berkomitmen membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Kehadiran PLTN dinilai penting sebagai energi penyeimbang untuk menjamin keandalan sistem ketenagalistrikan nasional.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P Hutajulu, menyebut pengembangan nuklir di Indonesia akan semakin terbuka ketika tiga hal terpenuhi, yakni penerimaan masyarakat, kesiapan regulasi, serta kematangan teknologi.
"Dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) terbaru yang telah disetujui DPR RI, nuklir ditempatkan sebagai penyeimbang energi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (25/8/2025).
Baca juga: Ini Lokasi Pembangkit Nuklir Pertama di RI |
Ia menambahkan, rencana pembangunan PLTN sudah dicantumkan secara eksplisit dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) serta Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025-2034. Sesuai dokumen tersebut, dua unit PLTN dengan kapasitas masing-masing 250 MW akan dibangun.
Meski demikian, Jisman menegaskan pembangunan PLTN tidak bisa dilakukan terburu-buru. Regulasi harus disusun matang, organisasi Nuclear Energy Program Implementing Organization (NEPIO) perlu segera dibentuk, dan BUMN harus dilibatkan agar pengelolaan tetap dalam kendali negara.
Direktur Teknologi, Enjiniring, dan Keberlanjutan PLN, Evy Haryadi, menambahkan bahwa energi nuklir menjadi solusi paling ideal untuk menjawab tantangan trilema energi. Menurutnya, PLTN bisa menghadirkan listrik yang stabil seperti pembangkit berbahan bakar batu bara, tetapi dengan biaya produksi yang lebih murah sekaligus ramah lingkungan.
"PLTN menghasilkan energi listrik yang stabil, sama dengan pembangkit batu bara. Biaya produksinya murah dan dia bersih sehingga PLTN memenuhi semua aspek trilema energi yakni andal, bersih, dan terjangkau," jelas Evy.
Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN, Syaiful Bakhri, ikut menekankan bahwa pengelolaan limbah nuklir lebih mudah dibandingkan pengolahan sampah rumah tangga skala besar seperti di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang.
"Mengelola limbah nuklir itu lebih mudah daripada mengelola Bantar Gebang. PLTN umurnya 40 tahun, berapa luas limbah yang dibutuhkan untuk menyimpan? Hanya sebesar ruangan ini, 40 tahun," ujarnya.
Syaiful juga menjelaskan bahwa bahan bakar bekas dari reaktor nuklir tidak sepenuhnya menjadi limbah. Hanya sekitar 5% yang habis terpakai, sementara 95% sisanya masih bisa didaur ulang untuk digunakan kembali pada reaktor lain. Selain itu, sisa material tersebut juga tetap memiliki manfaat, misalnya untuk kebutuhan rumah sakit, industri, hingga iradiasi pangan.
"Bagaimana 95%-nya bisa didaur ulang, dipakai lagi untuk reaktor-reaktor jenis lain? Artinya apa? Kita akan menjadi negara yang merdeka dan mandiri secara energi," pungkasnya.
Lihat juga Video: Mungkinkah PLTN Pertama di Indonesia Bakal Beroperasi di 2032?
(aid/rrd)