RI Diserbu Fintech Abal-abal dari China

RI Diserbu Fintech Abal-abal dari China

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 30 Apr 2019 11:46 WIB
Foto: istimewa
Jakarta - Satgas waspada investasi beberapa waktu lalu mengumumkan telah memblokir 144 daftar layanan fintech peer to peer lending ilegal alias abal-abal.

Dari daftar tersebut ada beberapa fintech dari luar negeri dan paling banyak dari China. Memang, China adalah salah satu negara yang terkenal punya 'masalah' dengan layanan pinjaman online ini.

Mulai dari pinjaman yang agunannya foto bugil peminjam sampai bunga yang diberikan terlalu tinggi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing menjelaskan saat ini sedang berupaya untuk memberantas fintech abal-abal yang meresahkan itu.

"Banyak (asal) mereka, dari China, Amerika, Singapura, Malaysia dan Indonesia juga ada," ujar Tongam saat dihubungi detikFinance, Selasa (30/4/2019).

Dia menjelaskan, sampai dengan saat ini, jumlah Fintech Peer-To-Peer Lending tidak berizin yang ditemukan Satgas Waspada Investasi pada tahun 2018 sebanyak 404 entitas sedangkan pada tahun 2019 sebanyak 543 entitas sehingga secara total saat ini yang telah ditangani sebanyak 947 entitas sebagaimana terlampir.

Wakil ketua asosiasi fintech pendanaan bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko menjelaskan Indonesia memang memiliki potensi pasar fintech yang sangat besar. Sehingga pelaku fintech dari negara lain termasuk dari China tertarik masuk ke Indonesia.


"Untuk motivasi mereka (Fintech asal China) yang ke Indonesia sebenarnya belum diketahui secara pasti. Karena saya juga nggak bisa menuduh, yang jelas Indonesia itu pasarnya sangat besar untuk fintech ini," ujar Sunu.

Dia mengungkapkan, memang dari pihak satgas waspada investasi dan otoritas jasa keuangan (OJK) sudah pernah menangkap pelaku fintech abal-abal yang platformnya dari China, jadi tersangka tersebut hanya kepanjangan tangannya.

"Kita juga nggak tahu kalau di sana susah ruang gerak mereka dan akhirnya lari ke sini. Tapi bisa saja mereka lihat dari sisi lain karena di sini potensinya besar, masyarakat unbankednya besar," jelas dia.

Perkembangan fintech di China memang luar biasa. Ratusan fintech baru di negeri tirai bambu pun bermunculan seperti jamur di musim hujan. Pemerintah China kewalahan karena banyak pemain fintech ini yang tidak mau ikut aturan.

Alhasil pemerintah China akhirnya bersih-bersih supaya tidak ada praktik shadow banking di negaranya. Hal ini berimbas pada paniknya industri fintech p2p lending China yang pada 2018 mencapai US$ 192 miliar.


Dari data Yingcan Group akibat hal tersebut banyak fintech yang gagal bayar dan banyak fintech yang kehilangan kepercayaan dari investor dan nasabah.

Para fintech China yang sudah sulit berbisnis di negaranya ini kemudian mencari lahan lain untuk digarap. Salah satu yang jadi target adalah negara-negara di Asia Tenggara, salah satunya Indonesia. (kil/ang)

Hide Ads