Jangan Terjebak! Banyak Fintech Bodong Berkeliaran

Jangan Terjebak! Banyak Fintech Bodong Berkeliaran

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Selasa, 30 Apr 2019 12:37 WIB
Foto: Tim Infografis Zaki Alfarabi
Jakarta - Layanan financial technology (fintech) lending atau pinjaman online kini sudah ramai di Indonesia. Layanan ini membidik masyarakat yang tak terlayani oleh bank namun ingin mendapatkan pendanaan.

Ada fintech pinjol yang sudah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Fintech ini bisa disebut aman, karena patuh pada aturan yang ditetapkan oleh regulator, misalnya mulai dari aturan tak membaca kontak peminjam, batasan denda hingga batasan bunga.

Wakil ketua asosiasi fintech pendanaan bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko menjelaskan selain pinjol legal, ada yang ilegal alias bodong. Nah fintech inilah yang menciptakan kesan negatif untuk layanan fintech yang sesungguhnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Misalnya, menagih dengan cara yang kasar, memberikan bunga yang sangat tinggi sampai denda yang bisa lebih besar dari pokok pinjaman.

"Yang seperti ini merusak industri fintech legal dan terdaftar. Mereka membuat stigma negatif untuk layanan fintech ini karena mereka jadi semaunya," ujar Sunu kepada detikFinance, Selasa (30/4/2019).

Dia menyebutkan, dua masalah utama dari fintech abal-abal adalah keluhan penagihan dan bunga yang sangat tinggi. Hal itu paling banyak dilaporkan ke asosiasi yang akhirnya diteruskan ke OJK. Padahal untuk aplikasi fintech yang memberikan layanan pinjam meminjam uang resmi dipastikan memiliki pagu atau batasan biaya pinjaman untuk melindungi konsumen.


Berdasarkan aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan POJK No. 77/POJK.01/2016, memiliki pagu biaya yang justru bertujuan untuk melindungi konsumen. Jadi pagu biaya yang dimaksud artinya, jika pinjaman telah melewati masa penagihan maksimal 90 hari dari tenggat waktu pembayaran, maka jumlah biaya pinjaman dan pokok dijamin tidak akan bertambah.

Dia mencontohkan ilustrasi batasan biaya misalnya jika konsumen memiliki pinjaman senilai Rp 2 juta, kemudian jika nasabah mengalami kesulitan dalam pengembalian, maka maksimal nilai total pinjaman beserta biaya-biaya keseluruhan tidak boleh melebihi 100% dari nilai pokok atau prinsipal.

"Artinya, tidak ada beban biaya tambahan yang terus berjalan. Waktu penagihan pun berhenti pada hari ke 90 dari tanggal jatuh tempo pembayaran. Dengan adanya pagu biaya, AFPI memastikan bahwa visi untuk melakukan edukasi kredit kepada masyarakat dan pada akhirnya meningkatkan inklusi keuangan dapat tercapai," imbuh dia.

Menurut Sunu, penerapan dari pagu biaya ini mekanismenya diserahkan kepada masing-masing penyelenggara. Berdasarkan data dari AFPI, bahkan ada beberapa platform penyelenggara yang sudah memberhentikan biaya-biaya setelah melewati hari ke-30.

(kil/fdl)

Hide Ads