Jakarta -
Elon Musk cukup berjasa dalam melambungnya harga uang kripto. Dengan kata lain, lonjakan nilai Bitcoin cs dianggap lebih disebabkan oleh endorsement dari tokoh-tokoh terkenal dunia, termasuk Musk. Ketika para endorser tersebut berhenti 'memuja' koin digital tersebut, itu dianggap bisa memunculkan risiko besar.
"Kenaikan nilai uang kripto saat ini lebih didorong oleh endorsement beberapa tokoh atau perusahaan raksasa dunia," kata Direktur riset Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah, dikutip kemarin Jumat (14/5/2021).
Dogecoin misalnya, dijelaskan Piter awalnya hanya merupakan koin kripto lelucon. Kemudian nilainya mengalami kenaikan karena endorsement dari Elon Musk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemilik Tesla itu berulang kali 'mempompom' dogecoin yang kemudian diikuti oleh jutaan investor di seluruh dunia. Hasilnya, harga dogecoin yang sesungguhnya tidak memiliki nilai, terbang tinggi hingga ribuan persen," bebernya.
Lantas apa yang akan terjadi ketika Elon Musk berhenti mempromosikan koin digital tersebut? menurut Piter uang kripto akan kehilangan nilainya karena ditinggal investor besar.
"Apabila nanti Elon Musk tidak lagi memberikan endorsementnya dan kemudian para investor besar menjual dogecoin yang mereka miliki, dogecoin akan kehilangan semua nilainya. Tidak akan ada pihak yang bertanggung jawab. Tinggal para investor kecil yang meratapi kerugiannya. Dogecoin sebagaimana koin kripto lainnya tidak memiliki underlying value," jelasnya.
Jatuhnya harga Bitcoin disebabkan Elon Musk mencuit bahwa perusahaannya tak akan lagi menerima Bitcoin untuk transaksi pembelian Tesla. Dalam cuitannya, Elon Musk menyebutkan penambangan bitcoin saat ini masih menggunakan bahan bakar fosil terutama batu bara. Hal ini menghasilkan emisi terburuk dari bahan bakar yang ada di dunia ini.
Menurut Ekonom di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, munculnya kritik tentang bitcoin yang tak ramah lingkungan perlu disikapi dengan hati-hati oleh investor.
"Tidak bisa dipungkiri aktivitas investasi kripto mendapat kritik karena boros energi. Ini tidak sejalan dengan upaya global mengurangi emisi karbon. Penambangan bitcoin bisa habiskan listrik setara konsumsi listrik di Argentina. Jadi berhati hatilah soal optimisme kripto," tambah Bhima.
Uang kripto juga dinilai investasi paling tidak aman. Penjelasannya di halaman selanjutnya.
Piter Abdullah menilai uang kripto lah investasi yang paling tidak aman dibandingkan instrumen investasi lainnya. Dia pun membubuhkan hasil risetnya tentang berisikonya mata uang kripto. Menurutnya, di balik potensi keuntungan yang luar biasa tersimpan risiko yang juga sangat besar. Masyarakat yang ingin berinvestasi pada koin digital tersebut sebaiknya memahami terlebih dahulu secara mendalam.
Uang kripto, dijelaskannya, pertama kali diciptakan dengan tujuan menjadi uang (currency) yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran. Penciptaan uang kripto berbeda dengan penciptaan uang yang selama ini dikenal, yang dicetak dan diedarkan secara sentralistik oleh sebuah bank sentral.
Dia mencontohkan rupiah yang dicetak dan diedarkan oleh Bank Indonesia (BI) berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Pencetakan diserahkan kepada Perum Peruri. Karena rupiah dicetak dan diedarkan oleh BI berdasarkan undang-undang maka BI bertanggung jawab menjaga nilai rupiah.
BI selalu memantau perkembangan jumlah uang rupiah yang beredar untuk menjaga nilainya. Bank sentral akan memastikan rupiah beredar tak melebih jumlah yang dibutuhkan oleh perekonomian agar nilai rupiah tidak jatuh dan merugikan masyarakat. Jadi, uang yang dicetak dan diedarkan oleh BI memiliki underlying value.
"Tidak demikian dengan uang kripto. Uang kripto diciptakan tidak secara sentralistik melainkan terdesentralisasi. Artinya uang kripto diciptakan oleh masyarakat itu sendiri dengan menggunakan teknologi blockchain, yang kemudian disebut sebagai penambangan atau mining. Beberapa uang kripto sudah dibatasi jumlah atau nilai uang yang akan diciptakan," ujar Piter.
"Dengan supply yang terbatas, setiap kenaikan demand akan menyebabkan kenaikan nilai uang kripto. Sebaliknya ketika demand turun maka uang kripto juga akan menurun. Sekaligus hal ini menyiratkan, uang atau koin kripto yang saat ini nilanya luar biasa tinggi, bisa saja suatu saat tak lagi bernilai. Ketika itu terjadi, tidak ada satupun pihak yang akan bertanggung jawab," lanjutnya.
Kemudian Bhima Yudhistira memberikan pendapat serupa tentang uang kripto. Menurutnya investasi di kripto risikonya relatif besar dibanding instrumen lainnya. Belum lagi terkait maraknya penipuan platform kripto yang melarikan uang investor.
Dia berpendapat sebagian masyarakat tergiur kenaikan kripto seperti bitcoin dalam jangka pendek. Bhima pun mengingatkan bahwa pada periode Desember 2017, harga bitcoin pernah mencapai puncak US$ 17.370 kemudian anjlok cukup dalam ke US$ 3.452 di akhir 2018.
"Artinya aset kripto bisa turun hingga 80%. Ada pandangan myopic atau jangka pendek di mana investor meyakini nilai suatu aset dari harga saat ini. Kalau booming semua memuja kripto, saat loss besar banyak menghindar," jelas dia.
"Perbedaan lain adalah aset kripto cenderung tidak diregulasi bahkan diproteksi pemerintah atau bank sentral. Kalau ada yang bilang aset investasi lain sedang bermasalah bisa jadi kripto lebih berbahaya," tambah Bhima.