Bahaya Mengintai di Balik Pompom Bitcoin cs Ala Elon Musk

Bahaya Mengintai di Balik Pompom Bitcoin cs Ala Elon Musk

Trio Hamdani - detikFinance
Sabtu, 15 Mei 2021 07:30 WIB
Tesla and SpaceX CEO Elon Musk smiles during a
Elon Musk/Foto: Kyle Grillot/Reuters

Piter Abdullah menilai uang kripto lah investasi yang paling tidak aman dibandingkan instrumen investasi lainnya. Dia pun membubuhkan hasil risetnya tentang berisikonya mata uang kripto. Menurutnya, di balik potensi keuntungan yang luar biasa tersimpan risiko yang juga sangat besar. Masyarakat yang ingin berinvestasi pada koin digital tersebut sebaiknya memahami terlebih dahulu secara mendalam.

Uang kripto, dijelaskannya, pertama kali diciptakan dengan tujuan menjadi uang (currency) yang dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran. Penciptaan uang kripto berbeda dengan penciptaan uang yang selama ini dikenal, yang dicetak dan diedarkan secara sentralistik oleh sebuah bank sentral.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mencontohkan rupiah yang dicetak dan diedarkan oleh Bank Indonesia (BI) berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Pencetakan diserahkan kepada Perum Peruri. Karena rupiah dicetak dan diedarkan oleh BI berdasarkan undang-undang maka BI bertanggung jawab menjaga nilai rupiah.

BI selalu memantau perkembangan jumlah uang rupiah yang beredar untuk menjaga nilainya. Bank sentral akan memastikan rupiah beredar tak melebih jumlah yang dibutuhkan oleh perekonomian agar nilai rupiah tidak jatuh dan merugikan masyarakat. Jadi, uang yang dicetak dan diedarkan oleh BI memiliki underlying value.

ADVERTISEMENT

"Tidak demikian dengan uang kripto. Uang kripto diciptakan tidak secara sentralistik melainkan terdesentralisasi. Artinya uang kripto diciptakan oleh masyarakat itu sendiri dengan menggunakan teknologi blockchain, yang kemudian disebut sebagai penambangan atau mining. Beberapa uang kripto sudah dibatasi jumlah atau nilai uang yang akan diciptakan," ujar Piter.

"Dengan supply yang terbatas, setiap kenaikan demand akan menyebabkan kenaikan nilai uang kripto. Sebaliknya ketika demand turun maka uang kripto juga akan menurun. Sekaligus hal ini menyiratkan, uang atau koin kripto yang saat ini nilanya luar biasa tinggi, bisa saja suatu saat tak lagi bernilai. Ketika itu terjadi, tidak ada satupun pihak yang akan bertanggung jawab," lanjutnya.

Kemudian Bhima Yudhistira memberikan pendapat serupa tentang uang kripto. Menurutnya investasi di kripto risikonya relatif besar dibanding instrumen lainnya. Belum lagi terkait maraknya penipuan platform kripto yang melarikan uang investor.

Dia berpendapat sebagian masyarakat tergiur kenaikan kripto seperti bitcoin dalam jangka pendek. Bhima pun mengingatkan bahwa pada periode Desember 2017, harga bitcoin pernah mencapai puncak US$ 17.370 kemudian anjlok cukup dalam ke US$ 3.452 di akhir 2018.

"Artinya aset kripto bisa turun hingga 80%. Ada pandangan myopic atau jangka pendek di mana investor meyakini nilai suatu aset dari harga saat ini. Kalau booming semua memuja kripto, saat loss besar banyak menghindar," jelas dia.

"Perbedaan lain adalah aset kripto cenderung tidak diregulasi bahkan diproteksi pemerintah atau bank sentral. Kalau ada yang bilang aset investasi lain sedang bermasalah bisa jadi kripto lebih berbahaya," tambah Bhima.


(toy/hns)

Hide Ads