Pemerintah telah menyatakan jika masyarakat yang sudah terlanjur meminjam di pinjol ilegal jangan membayar. Jika ditagih maka bisa melaporkan ke pihak kepolisian.
Menanggapi hal tersebut Peneliti INDEF Nailul Huda mengungkapkan memang jika dilihat dari kacamata hukum, pinjol ilegal tidak memiliki dasar yang kuat.
Tapi sebenarnya yang harus dilihat bisnis fintech peer to peer lending ini adalah mempertemukan lender (pemberi pinjaman) dan borrower (peminjam). Jadi ketika peminjam tidak mampu membayar utang, sudah jelas lendernya akan dirugikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masalah akan muncul ketika ada semacam kekuatan atau tekanan dari pinjol ilegal untuk pembayaran utang, tapi dari pejabat menyebut tidak perlu bayar utang. Seharusnya jangan menimbulkan persoalan lagi. Karena yang salah keduanya, kenapa lender investasi di pinjol ilegal dan borrower meminjam di pinjol ilegal," kata dia saat dihubungi detikcom, Jumat (22/10/2021).
Nailul mengungkapkan, terkait masalah utang paling tepat adalah membayar pokoknya. Bunga dan denda tidak perlu dibayar dan bisa dinegosiasikan.
Menurut dia pinjol ilegal ini memang akan merusak industri teknologi finansial karena disalahgunakan. Dia menyebut keamanan data saat ini juga harusnya menjadi perhatian.
Data-data peminjam pasti sudah dipegang oleh pinjol ilegal itu. Karena pinjol ilegal itu biasanya meminta akses kontak dan galeri handphone. Hal ini bisa digunakan untuk penagihan yang menggunakan intimidasi.
"Khawatirnya itu kan cuma statement point, jadi kalau data kita sudah dipegang sama mereka dan ada ancaman fisik segala macam. Nggak bisa dong kita berlindung 'lho kata pak Mahfud nggak usah bayar'. Harus hati-hati menyikapi masalah ini karena kompleks sekali. Malah jadi rugi keduanya, lender dan borrower juga rugi," jelas dia.