Beberapa waktu lalu media sosial dihebohkan dengan dijualnya Alun-alun Utara, Kepatihan dan Gedung Agung Yogyakarta. Tapi penjualannya dilakukan secara virtual melalui situs nextearth.io.
Pakar Metaversedari Indonesia Digital Milenial Cooperatives (IDM Co-op) MC Basyar menjelaskan, bahwa itu penjualan di metaverse atau dunia digital yang mulai booming saat ini.
"Saya si merasa, metaverse itu adalah aset digital yang memang itu ada di dalam sebuah dunia baru, makanya di sebut metaverse atau meta universe. Jadi ada semesta baru di luar semesta nyata," terangnya, Minggu (9/1/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak seperti masyarakat dunia maya kebanyakan, Basyar justru menilai penjualanAlun-alun Utara, Kepatihan dan Gedung Agung Yogyakarta adalah hal yang tidak perlu dikhawatirkan. Karena siapun bisa membuat peta itu lagi, dan secara nyata lahan itu tidak berpindah tangan.
"Lahan itu cuma lahan digital tidak mengambil alih lahan nyata, nggak ada cerita. Cuma kalau misalnya ada pemerintahan Yogyakarta nggak terima, ya monggo bikin metaverse Yogyakarta saja, lebih resmi kan. Tapi sebenarnya nggak ada masalah," terangnya.
Dia menganalogikan yang terjadi itu seperti orang memfoto Alun-alun Yogyakarta kemudian diunggah ke media sosial. Karena fotonya bagus ada yang berniat untuk membelinya.
"Apakah itu menghilangkan kepemilikan Alun-alun Yogyakarta? Kan enggak. Cuma kalau ternyata orang-orang Yogyakarta merasa kok itu fotonya bisa mahal banget, kan itu kenapa kalian nggak foto lebih bagus," terangnya.
Lebih jauh Basyar menjelaskan, metaverse pada dasarnya mirip dengan media sosial. Namun sedikit lebih maju dan berkembang.
Jika media sosial kehadiran penggunanya melalui akun, di metaverse kehadirannya melalui sebuah avatar. Nah avatar ini bisa dikendalikan seolah-olah penggunannya ada di dalam semesta tersebut.
"Lalu avatarnya bisa jalan-jalan ke Yogyakarta, ke Inggris, tergantung konsep yang bikin metaversenya. Kalau saya lebih gandrung sama metaverse sama yang awal-awal setahun yang lalu. Punya lahan di Mars, punya lahan di Neptunus," tuturnya.
"Jadi sebenarnya di luar negeri lebih maju berpikir jadi nggak usah ribut-ribut. Justru ini bagus karena ini semuanya sebenarnya di dorong oleh kehadirannya blockchain sama criptocurrency. Bahwa nanti avatarnya bayar, bayarnya pake token, pake koin," tambahnya.
(das/zlf)