Kripto Difatwa Haram tapi Makin Populer, Gus Miftah Bilang Begini

Kripto Difatwa Haram tapi Makin Populer, Gus Miftah Bilang Begini

Iffa Naila Safira - detikFinance
Rabu, 26 Jan 2022 15:51 WIB
Gus Miftah saat konser NU.
Foto: ist.
Jakarta -

Kemunculan (Non Fungible Token) NFT dalam dunia kripto menjadi perhatian masyarakat, karena semakin mudahnya menghasilkan uang dalam jumlah yang besar. Tetapi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) malah memberikan fatwa haram terkait pemnggunaan uang kripto untuk transaksi.

Menurut penuturan Gus Miftah dalam program Kata Ustaz, salah satu alasan MUI mengharamkan cryptocurrency adalah karena jenis mata uang tersebut tidak memiliki wujud fisik yang bisa diserahterimakan ke pembeli dan akhirnya menimbulkan ketidakpastian dalam transaksi. Selain itu, memungkinkan timbul gharar, atau penipuan.

Namun Gus Miftah mengatakan, perlu dipahami jika teknologi itu hadir untuk menjawab tantangan zaman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam konteks kehadiran teknologi uang kripto, lanjut dia, Islam sebenarnya tidak antipati, apalagi sampai timbul anggapan agama Islam ketinggalan zaman. Justru, kata dia, Islam adalah agama yang merawat zaman.

Artinya, kata dia, kalau ada bahasa ketinggalan, bukan Islamnya, tapi orang Islamnya.

ADVERTISEMENT

"Teknologi itu hadir untuk menjawab tantangan zaman. Saya pikir gini, mata uang digital untuk menjawab kesenjangan. Kesenjangan nilai tukar mata uang antarnegara saat ini yang sangat tidak adil. Sama-sama kertasnya, coba kita lihat antara dolar dengan rupiah kan senjang banget. Poundsterling dengan rupiah, jauh banget. Dolar Singapura dengan dolar Amerika sedikitlah," jelasnya.

Maka dari itu, menurutnya lahirnya cryptocurrency itu, sebagai mata uang tunggal yang dapat digunakan di seluruh dunia. Dengan harapan, bisa menjawab tantangan mengenai permasalahan nilai tukar mata uang di masa depan. Sehingga dapat memperkecil, gap antarnilai mata uang yang ada di dunia.

MUI juga sepakat dengan pendapat salah satu bahtsul masail, yang mengatakan ekonomi merupakan bagian dari ranah hukum Islam yang berkembang.

"Lembaga Bahtsul Masail NU Daerah Istimewa Yogyakarta, mereka mengatakan begini komplitnya, 'Ekonomi merupakan bagian dari ranah hukum Islam yang dinamis.' Artinya dinamis itu kan berkembang. Nah, perkembangan teknologi digital berpengaruh pada perubahan alat tukar, bentuk komoditas, maupun pola transaksi," tutur MUI.

Lebih lanjut dia menjelaskan, hukum Islam sebenarnya tidak mengatur jenis alat tukar yang harus digunakan. Dalam hukum Islam jenis alat tukar mengikuti kebiasaan suatu komunitas. Ia mengatakan alat tukar awal-awal Islam setara dan tidak menimbulkan kesenjangan.

Simak video 'Penjelasan Gus Miftah soal Fatwa Haram Kripto':

[Gambas:Video 20detik]



Lalu bagaimana dengan uang kripto? Baca penjelasan lengkap Gus Miftah di halaman selanjutnya.

Berikut penjelasan lengkap Gus Miftah kepada detikcom:

Saya teringat satu hadis:

Antum a'lamu bi umuri dunyakum

Kamu yang lebih tahu dengan perkara-perkara duniamu.

Termasuk alat tukar. Makanya demikian, Islam tidak pernah mengatur alat tukarnya pakai apa. Dan, ternyata Islam tidak pernah menolak itu. Contohnya begini, awal-awal Islam kita pakai alat tukar dinar dan dirham, materialnya, logam. Material dengan nilainya hampir setara, karena kalau kita jual mata uang ini, dinilai dari emasnya hampir sama. Logam dalam bentuk dinar dan dirham.

Kemudian, dalam perkembangan zaman beralih dari logam menjadi kertas, yang dalam fase ini antara materialnya dengan nilainya tidak setara. Kalau dirham dan dinar setara. Sedangkan kalau kertas, sama-sama kertas, satu bergambar Bung Karno yang satu bergambar orang botak nggak pakai peci, itu harganya lebih banyak orang botak nggak pakai peci. Padahal kertasnya sama. Inilah yang kemudian menimbulkan kesenjangan.

Kemudian muncul hari ini cryptocurrency yang merupakan anak kandung transformasi teknologi digital yang penggunaanya semakin intensif. Saya pikir kayak di negara-negara maju, kayak PSG saja membeli si Messi pakai kripto, Arsenal menggaji karyawannya pakai kripto.

Pertanyaannya adalah benar nggak itu tidak berwujud, mengandung gharar, dan lain sebagainya? Saya kok punya pandangan berbeda ya?

Pertama, dari nilai manfaat. Jelas kripto itu memiliki manfaat.
Kedua, bisa diserahterimakan. Kemudian bisa diakses jenis antara sifatnya. Jadi bisa diakses jenis serta sifatnya oleh tidak hanya kedua belah pihak.

Saya pikir kalau seperti itu, saya kok mengatakan masih layaklah bahkan halal mungkin. Ini pendapat saya bisa salah ya.

Tapi, yang jelas jangan sampai kemudian gara-gara pemerintah Indonesia belum siap dengan segala aturan dan perundang-undangannya, belum siap dengan segala regulasinya, kemudian mengatakan itu haram. Kalau seperti itu kondisinya seharusnya yang dibenahi regulasinya dong, bukan soal halal haramnya.

Sekali lagi ya, Islam tidak ketinggalan zaman tapi Islam merawat dan menjaga zaman.


Hide Ads