Dalam kesempatan yang sama, General Manager of the Bank for International Settlements (BIS), Agustín Carstens, ada tiga tantangan dalam menggarap CBDCs. Pertama, membangun sarana yang efektif dan kuat dalam menerbitkan, mendistribusikan dan mentransfer CBDCs.
"Dibutuhkan kemampuan baru seperti kemampuan program uang yang dapat menghasilkan layanan baru yang inovatif bagi pelanggan. Juga perlu ada peningkatan yang sesuai dalam kebutuhan akan pengawasan untuk memastikan bahwa keselamatan dan keamanan pelanggan tidak terganggu," katanya.
Kedua, mendukung inklusi keuangan yakni kebutuhan akses atau keterjangkauan bank. Menurutnya, hal ini sangat relevan bagi Indonesia yang masih penuh tantangan karena masih ada orang yang minim akses keuangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kurangnya akses ini tidak hanya memberikan kemiskinan, tetapi juga untuk pertimbangan logistik seperti biaya, jarak perjalanan dan dokumen serta proses yang terlibat dalam pembukaan rekening. Hal ini juga karena kurangnya kepercayaan pada bank dan lembaga keuangan lainnya," jelasnya.
Ketiga, interoperabilitas CBDC. Agustín mengatakan hal itu adalah lemen kunci dalam meningkatkan pembayaran lintas batas seperti CBDCs.
Menurutnya, bank sentral dapat memainkan peran katalis penting dalam mendukung interoperabilitas, yakni membantu meningkatkan dan mengaktifkan koneksi serta keterkaitan dalam sistem pembayaran, meningkatkan konektivitas
"Bagi saya interoperabilitas antara berbagai jenis sistem pembayaran dan lintas batas dapat menyebabkan lebih banyak persaingan, layanan yang lebih baik, dan biaya yang lebih rendah," tuturnya.
Senada dengan Perry, Agustin juga meminta para peneliti teknologi hingga inovator dari seluruh dunia untuk memecahkan berbagai masalah dan tantangan bank sentral dalam menembangkan CBDCs.
"Kami membutuhkan semua bantuan yang dapat Anda berikan. Kami memiliki bank, Indonesia dan para VIP ingin terlibat dengan Anda dan menggunakan inisiatif global ini untuk memanfaatkan solusi inovatif untuk masalah ini," tutupnya.
(dna/dna)