Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik S. Djafa mengungkapkan, mayoritas pengguna layanan jasa pinjaman online (pinjol) atau fintech P2P Lending untuk kebutuhan produktif seperti keperluan pengembangan usaha.
Entjik mengatakan, dari sisi cash loan atau pinjaman tunai pun sekitar 60% digunakan masyarakat kecil untuk berdagang. Oleh karena itu, menurutnya manfaat pinjol legal pun terbilang cukup tinggi bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang belum dapat menjangkau pinjaman ke bank.
"Seperti penjual nasi uduk, penjual bakso, warung kecil. Itu lebih banyak menggunakan pinjaman ini," katanya, dalam konferensi pers di Manhattan Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (6/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita lihat manfaat, dari 120 juta borrower, mungkin sekitar 70 juta borrower itu lebih banyak di produktif, yang lainnya banyak di karyawan," sambungnya.
Sementara sisanya, kebanyakan peminjam merupakan karyawan dengan dengan pengalaman kerja di bawah 5 tahun. Karyawan ini kebanyakan memiliki gaji setara UMR sehingga mengajukan pinjaman untuk menutupi kebutuhan lainnya. Entjik mengatakan, kondisi ini pun tak hanya terjadi di Indonesia.
"Banyak karyawan yang, mohon maaf ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga terjadi di negara lain, seperti di Singapura, Cina, Thailand, Filipina dimana karyawan, anak muda yang pengalaman kerjanya 5 tahun ke bawah itu gajian tanggal 25, tanggal 10 sudah habis. Benar nggak sih?," ujarnya.
Atas kondisi ini, banyak karyawan yang mengajukan pinjaman untuk menutupi kekurangannya itu hingga akhir bulan berikutnya di mana waktu gajian tiba. Hal ini ibaratnya seperti gali lubang tutup lubang, meminjam uang ke pinjol untuk menutupi kebutuhan bulanan sebelum gajian berikutnya tiba. Layanan pinjol pun terbilang cukup cepat dan mudah sehingga membuat masyarakat semakin tertarik meminjam.
"Jadi kalo gajinya Rp 5 juta, ya dia ambil Rp 1 juta. Sangat banyak. Untuk apa Rp 1 jutanya? Untuk bensin, untuk makan sampai tanggal 25. Nanti tanggal 25 lunas lagi. Nanti tanggal berapa lagi dia nggak ada (uang) lagi," kata Entjik.
"Dan hebatnya fintech ini adalah dia mau jam 2 pagi, dia baru sadar besok gue nggak ada bensin nih, jam 2 pagi dia minta di AdaKami umpamanya. Karena dia sudah berkali-kali, mungkin hanya memberikan waktu 5 menit sudah terkredit," sambungnya.
Di sisi lain, pemberitaan beberapa waktu belakangan menyangkut kasus-kasus pinjol ilegal memunculkan stigma negatif terhadap industri fintech P2P lending. Apalagi pinjol ilegal ini mematok bunga pinjaman sangat tinggi hingga di atas 1% per hari sehingga memunculkan banyak berita negatif.
"Apalagi sekarang ini anak muda dengan gampangnya Shopee apa, ini itu, tanggal 5 udah abis duitnya, tanggal 10, benar itu. Yang perlu kita sampaikan bahwa edukasi dari AFPI kita lakukan terus menerus, bahwa pinjam sesuai kebutuhan, jangan konsumtif. Kalau pekerja ini atau masyarakat ini disiplin, dia sangat terbantu," pungkasnya.