Begini Potensi Investasi Kripto di RI, Bisa Sebesar Apa?

Begini Potensi Investasi Kripto di RI, Bisa Sebesar Apa?

Dike Rani Feirisa - detikFinance
Senin, 30 Okt 2023 12:18 WIB
Ilustrasi Kripto dan Forex
Foto: Dok. Shutterstock
Jakarta -

Indonesia berada di posisi ke-7 di dunia dalam adopsi aset kripto di kalangan masyarakat biasa (grassroots). Data ini berdasarkan laporan tahunan Geography of Cryptocurrency dari Chainanlysis, perusahaan analisis blokchain, yang dirilis Oktober 2023.

Chainalysis menyusun Indeks Adopsi Kripto Global 2023 dengan mengukur aktivitas dan volume on-chain di setiap negara. Kemudian membobotkan angka tersebut dengan paritas daya beli per kapita dan metrik relevan lainnya.

Menurut data Chainalysis, Indonesia sebagai negara yang yang berbasis di CSAO (Asia Tengah & Selatan dan Oseania) berada di peringkat ketujuh dalam indeks keseluruhan. Kemudian peringkat ke-13 untuk nilai yang diterima melalui layanan terpusat dan solusi terpusat ritel.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indonesia juga berada di peringkat ke-14 untuk volume perdagangan peer-to-peer (P2P), serta peringkat kelima untuk nilai yang diterima melalui keuangan terdesentralisasi (DeFi) dan protokol DeFi ritel.

Isybel Harto, selaku Founder Aliansi Media Crypto Indonesia (AMCI), mengatakan bahwa sebagai salah satu dari enam negara CSAO yang masuk dalam sepuluh negara teratas dalam Indeks Adopsi Kripto Global 2023, Indonesia berhasil melawan tren negatif.

ADVERTISEMENT

Berdasarkan temuan para peneliti, adopsi aset digital di tingkat masyarakat biasa secara keseluruhan mengalami penurunan akhir-akhir ini. Meskipun skor indeks agak pulih dalam dua kuartal terakhir dalam periode yang dianalisis, angka Q1 2023 dan Q2 2023 menunjukkan tren pertumbuhan negatif dari tahun ke tahun (YoY). Selain itu, adopsi kripto akar rumput juga sangat jauh dari level tertinggi sepanjang masa yang diukur pada Q2 2021.

Dia menambahkan, dalam hal total adopsi grassroots, hanya satu kategori negara yang berhasil melawan tren pasar di atas. Ini adalah negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah (LMI) yang telah meningkat akhir-akhir ini.

"Sebanyak 40% dari populasi dunia tinggal di negara-negara LMI, yang menjadi alasan Chainalysis menganggap pertumbuhan adopsi grassroots dalam kategori ini sebagai tren yang "sangat menjanjikan". Meskipun Indonesia tidak termasuk dalam kelompok ini, hal ini masih merupakan fenomena penting yang harus dipertimbangkan oleh para analis," tutur Isybel, Senin (30/10/2023).

Selain di wilayah CSAO, Co-FounderIslamic Coin, Mohammed Al Kaff Al Hashmi, optimis negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA) akan menjadi yang berikutnya dalam merangkul kripto secara besar-besaran.

"Saya memperkirakan nilai transaksi kripto MENA akan melonjak dari US$389,8 miliar saat ini menjadi lebih dari US$1 triliun dalam satu dekade ke depan. Wilayah MENA siap untuk memimpin dalam mengadopsi aset kripto ritel dan tokenisasi aset digital," kata Al Hashmi.

Kendati perkembangan kripto di Indonesia cukup positif, 236 juta Muslim di negara ini masih menghadapi kendala dalam mengakses ekosistem aset kripto yang mematuhi prinsip-prinsip Syariah Islam.

Sementara Islamic Coin ($ISLM), bagian dari ekosistem keuangan yang sesuai dengan syariah yang mengedepankan etika, transparansi, dan filantropi, memiliki misi untuk menyediakan instrumen keuangan di era digital bagi umat Islam.

Faktanya, otoritas Muslim dunia telah mengeluarkan Fatwa untuk Islamic Coin pada bulan Juni 2022, yang menganggapnya sebagai mata uang digital berbasis blockchain yang selaras dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam. Didukung oleh blockchain HAQQ, Islamic Coin juga mempromosikan upaya filantropi di dalam ekosistemnya.

(fdl/fdl)

Hide Ads