Nilai transaksi aset kripto anjlok dalam tiga tahun terakhir per September 2023 nilai transaksi hanya mencapai Rp 94,4 triliun, turun dibandingkan tahun 2022 dengan nilai transaksi aset sebesar Rp 306,4 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan ITSK, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawzi membenarkan kondisi tren penurunan ini. Menurutnya, tren penurunan ini terlihat lantaran sebelumnya nilai transaksi kripto meroket tatkala investasi menjadi tren saat pandemi Covid-19. Kondisi ini pun tak hanya terjadi di kripto.
"Mungkin penyebabnya yang pertama karena memang secara alamiah sejak booming investasi, tidak hanya di aset kripto kan, di seluruh aset investasi lain waktu ada pembatasan karena ada pandemi Covid-19," kata Hasan, dalam konferensi pers di Bunga Rampai, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah itu memang seluruh kegiatan investasi itu naik, begitu juga yang menjadikan transaksi aset kripto luar biasa pertumbuhannya di tahun 2021. Kemudian sedikit demi sedikit ada tren penurunan yang normal karena terjadi di semua instrumen juga di 2022 dan masih berlanjut di 2023," sambungnya.
Hasan mengatakan, kelak ketika pengawasan dan pengaturan aset kripto dipegang sepenuhnya oleh OJK, pihaknya akan melihat bagaimana formula terbaik untuk melakukan pengembangan dan penguatan ekosistemnya dulu. Adapun saat ini, aset kripto masih di bawah tanggung jawab Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
"Mungkin akan ada aspek kelembagaan yang harus kita benahi, karena investasi ini juga terkait dengan kepercayaan. Jadi kalau orang sudah kurang percaya, ragu untuk masuk ke instrumen investasi ini tentu akan ada tren penurunan yang berlanjut," jelasnya.
Ia menjamin, nantinya OJK akan menghadirkan infrastruktur kelembagaan yang kuat demi menjaga kepercayaan investor dalam melakukan transaksi di aset kripto. Hal ini dilakukan lewat sejumlah langkah pengembangan dan penguatan ekosistemnya.
Di sisi lain, menurutnya yang namanya instrumen investasi akan turun dengan sendirinya sesuai dengan market mechanism. Selain itu harapannya kehadiran pengaturan OJK nantinya bisa menghadirkan market mechanism yang adil dan transparan.
Hasan menjelaskan, transparan di sini salah satunya kapabilitas dari penyelenggara harus jelas sehingga investor bisa memilih yang mana yang capable dan efisien. Efisien ini maksudnya, kalaupun ada pajak akan dikompensasi dengan sesuatu yang membuat industri berkembang.
"Nah tiga hal itu yg akan menjadi katakanlah indikator kesuksesan kehadiran pengaturan OJK nantinya. Market yang fair, market yang transparan, ada integritas di dalamnya dan efisien," pungkasnya.
Sebagai tambahan informasi, Berdasarkan data Bappebti, per September 2023 nilai transaksi kripto tercatat Rp 94,4 triliun. Angka ini turun dibandingkan pada 2022 dengan nilai transaksi Rp 306,4 triliun. Sementara, pada 2021, nilai transaksinya cukup tinggi hingga Rp 859,4 triliun.
"Dari data yang ada dapat diinformasikan bahwa nilai transaksi aset kripto mengalami tren penurunan. Per September 2023 nilai transaksi aset kripto di Indonesia tercatat akumulasi sebesar Rp 94,4 triliun di tahun 2023," kata Hasan Fawzi dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan, ditulis Senin (6/11/2023).
Meski begitu, jumlah pelanggan terdaftar untuk aset kripto atau investor masih terus meningkat. Per September 2023, jumlah investor kripto yang terdaftar 17,9 juta, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya 16,7 juta. Data yang sama, jumlah aset kripto yang diperdagangkan naik menjadi 501 dari 383 pada tahun sebelumnya.
(shc/rrd)