Dirut Dirgantara Indonesia, Budi Santoso menjelaskan, akibat penghentian suntikan dana tersebut kemudian berdampak terhadap pemberhentian ribuan orang karyawan hingga akhirnya tersisa 4.000 karyawan.
"Sekarang pegawai tetap 2.000, nggak sampai 3.000. Tapi pegawai tetap banyak yang mau pensiun. Medekati pesiun, saya kontrak anak-anak muda. Kontrak hampir 1.000 ini, kita lihat kemampuan kalau bagus kita angkat menggantikan yang pensiun," tutur Budi kepada detikFinance, Selasa (5/1/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"200 orang yang benar-benar engineer tersebar pas krisis N-250 berhenti, mereka kan gak ada kerjaan, mereka akhirnya dapet tawaran yang menarik," tambahnya.
Budi menjelaskan, pasca krisis hingga saat ini, Dirgantara Indonesia tidak memiliki produk baru yang bisa ditawarkan kepada konsumen.
Dirgantara Indonesia hanya mengandalkan desain pesawat lama seperti N-219. Menurutnya, keterbatasan pengembangan pesawat baru ini, dipicu mahalnya investasi untuk merancang dan mengembangkan prototipe model pesawat. Setidaknya untuk merancang pesawat setara N-250, Dirgantara Indonesia harus merogoh kocek minimal US$ 2 miliar.
"PT DI sekarang tidak punya produk di market komersial, kita kosentrasi di govermance internasional. Seperti pesawat untuk coast guard, terus pemerintahan. Seperti Pemerintah Thailand, Kementerian Pertanian di sana pesan 1 sampai 2 pesawat N-219 setiap tahun seperti untuk bikin hujan. Atau pemesanan untuk pesawat surveillance dan penerbangan perintis," cetusnya.
(feb/dru)