Defisit Penerbang Lokal, Susi Air Pekerjakan Ratusan Pilot Asing

Defisit Penerbang Lokal, Susi Air Pekerjakan Ratusan Pilot Asing

- detikFinance
Senin, 23 Jun 2014 08:53 WIB
Jakarta - Maskapai penerbangan lokal, Susi Air, memiliki hampir 200 penerbang. Mayoritas pilot Susi Air adalah warga negara asing. Pilot-pilot tersebut membawa 50 unit armada pesawat dan helikopter milik Susi Air untuk menerbangi wilayah udara Indonesia.

“Kemarin kita punya 3 pilot WNI, tapi 2 orang diambil Garuda. Total sekarang ada 190 pilot, captain-nya ada 100. Pilot kita dari orang India, Melaysia, Tiongkok, Taiwan, Jepang. Yang banyak itu bule,” kata pemilik Susi Air, Susi Pudjiastuti, kepada detikFinance di Hotel Hyatt, Jakarta seperti dikutip Senin (23/6/2014).

Susi memiliki alasan mempekerjakan ratusan pilot asing. Ia menyebut terjadi defisit kebutuhan pilot lokal karena sekolah penerbangan di Tanah Air tidak mampu menyediakan sesuai permintaan industri Indonesia yang terus tumbuh.

“Kalau lihat industri, kita butuh 2.000-3.000 pilot baru per tahun. Itu kondisi sekarang yakni artinya Lion dan Garuda beli pesawat lagi. Kalau di dalam negeri hanya mampu cetak 600-800 pilot,” paparnya.

Tantangan lainnya adalah ketika Susi Air berencana mendirikan sekolah penerbangan atau flying school, muncul aturan yang menghambat. Selain itu, pilot senior juga enggan menjadi pengajar karena gaji instruktur lebih kecil dibandingkan menjadi penerbang.

“Persoalan yang lain, buka flying school saja susah karena instruktur nggak ada,” ujarnya.

Untuk meningkatkan kemampuan pilot asing, Susi Air memberi pembekalan khusus. Pasalnya mayoritas rute penerbangan Susi Air adalah daerah-daerah terpencil dengan kondisi geografis sulit dan bandara yang minim infrastruktur.

“Bandara di Papua, terminal pun nggak ada. Kita biasa approach kalau nggak ada apa-apa kita turun untuk turunin barang. Kita sudah training di simulator,” katanya.

Susi Air juga menghadapi tantangan lain, yaitu kendala perizinan untuk mendatangkan pilot asing. Selain tantangan perizinan atau birokrasi, pilot asing yang telah memiliki 3.000-4.000 jam terbang banyak yang pindah ke maskapai besar. Alhasil tingkat perputaran pilot asing di Susi Air sangat tinggi.

“Pilot dari datang kita training sampai bisa terbang harus ada izin seperti Kitas (Kartu Izin Tinggal Terbatas). Validasi license di sana baru divalidisi di sini. Itu bisa sampai 3-4 bulan,” ungkap Susi.

Akibat minimnya pilot lokal, Susi Air pun memulai mencetak pilot sendiri dengan jalan pemberian beasiswa. Susi Air mengirimkan calon penerbang lokal secara cuma-cuma ke sekolah penerbangan di Amerika Serikat. Untuk mencetak 1 pilot, Susi Air harus mengelontorkan dana sekitar Rp 500-600 juta dengan durasi pendidikan 1 tahun.

“Saya beri beasiswa ke Amerika. Ini 2 orang lulus Agustus, nanti kita mau kirim 2 orang lagi. Nanti ikatan kerja 5-10 tahun,” jelasnya.

(feb/hds)

Hide Ads