Sebagai respons atas perintah Jokowi tersebut, Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan menyatakan bahwa masalah pertama yang akan diselesaikan adalah mendorong sinergi antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dengan PT Pertamina Gas (Pertagas).
Sinergi antara kedua BUMN yang bergerak di bidang usaha infrastruktur gas itu diperlukan supaya biaya distribusi bisa lebih efisien.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah lain yang mendapat perhatian khusus dari Luhut ialah tingginya harga gas di hulu. Luhut ingin harga gas di hulu bisa di bawah US$ 6/MMBtu agar sampai di industri bisa sekitar US$ 6/MMBtu seperti keinginan Jokowi. "Kita berharap harga gas di well head kalau bisa di bawah US$ 6/MMBtu," ujar Luhut.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, harga gas yang dialokasikan untuk industri kebanyakan sudah di atas US$ 6/MMBtu sejak di hulu. Data ini harga per Agustus 2016.
Misalnya gas dari Lapangan Jatirangon (Jawa Barat) harganya US$ 6,75/MMBtu, gas dari Lapangan Wunut (Jawa Timur) US$ 6,75/MMBtu, gas dari Sumur Benggala (Medan) US$ 8,49/MMBtu, gas dari Lapangan Suryaragi (Cirebon) US$ 7,5/MMBtu, gas dari Lapangan Pangkalan Susu (Medan) US$ 8,48/MMBtu, gas dari Blok WMO (Jawa Timur) US$ 7,99/MMBtu, gas dari Jambi Merang (Jambi) US$ 6,47/MMBtu, gas dari Blok Kangean (Jawa Timur) US$ 6,35/MMBtu.
Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan kini sedang berupaya menurunkan harga gas di hulu dengan mengurangi pendapatan bagian negara dari gas. Ke depan, pemerintah tidak akan menjadikan gas sebagai sumber pendapatan, melainkan sebagai pendorong perekonomian nasional. (dna/dna)